Search
Selasa 16 April 2024
  • :
  • :

IMDS 2021 Kupas Kiat Rumah Sakit Selamat dari Serangan Siber

MAJALAH ICT – Jakarta. Serangan siber yang berusaha mengambil alih kontrol sistem informasi meningkat 260% pada tahun 2019 dimana layanan kesehatan, termasuk rumah sakit (RS) menjadi salah satu target utama. Pemicunya adalah belum matangnya sistem keamanan teknologi informasi, serta tingginya nilai data finansial, serta rekam medis pasien.

Hal tersebut diungkapkan oleh Country Director Fortinet Indonesia Edwin Lim saat berbicara dalam pelatihan “Hospital Cyber Security, Bagaimana Menjaga Keamanan Siber pada Rumah Sakit yang Sedang Berproses Menuju Digitalisasi” pada hari Selasa, 16 Maret 2021. Pelatihan ini diikuti sedikitnya 300 tim teknologi informasi berbagai rumah sakit di Indonesia serta kalangan perumahsakitan lainnya. 

Diselenggarakan secara virtual, pelatihan ini merupakan bagian dari rangkaian Indonesia Digital Medic Summit (IDMS) 2021 yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) serta PT Info Sarana Medika PERSI pada 15 -31 Maret 2021, yang menghadirkan 10 pelatihan, 1 seminar serta Indonesia International Virtual Hospital Expo 2021.   

Edwin menjelaskan, serangan siber pada sistem informasi layanan kesehatan dan rumah sakit  yang menjadi fenomena global, juga terjadi di Indonesia. Riset yang dilakukan Fortinet menunjukkan sebanyak 88% layanan kesehatan serta rumah sakit mengalami serangan siber melalui email pada 2020. Serangan yang bertujuan mengambil data itu dilakukan dalam berbagai metode mulai malware, spyware, ransomware, phising hingga injeksi SQL.

Tingginya risiko serangan siber pada rumah sakit, menurut Edwin, dipicu semakin lazimnya digitalisasi di  rumah sakit, yang ditandai dengan tingginya penggunaan Internet of Things (IoT) di tingkat global mencapai 87% serta kecenderungan menyimpan data di komputasi cloud. Namun, kondisi itu belum dibarengi kematangan atau kesiapan menghadapi serangan siber yang akan merugikan rumah sakit, pasien bahkan bisa memicu gangguan dan penghentian operasi.

“Serangan ini terjadi di Eropa, Amerika Serikat dan yang terdekat dengan kita, Singapura pada 2018, itu yang terpublikasi, serta di Indonesia sempat masuk di pemberitaan sebuah rumah sakit diserang menggunakan malware. Pada serangan malware, hacker masuk melalui email dan mengacaukan operasi rumah sakit. Lazimnya pelaku meminta uang tebusan, namun tidak ada jaminan pula setelah dibayar data akan dikembalikan sepenuhnya,” kata Edwin. 

Sayangnya, menurut Edwin, hingga saat ini kesadaran institusi layanan kesehatan, termasuk didalamnya RS di Indonesia belum memadai. Bahkan, berdasarkan riset Fortinet sebagian rumah sakit bahkan tidak menyadari bahwa sistem teknologi informasinya pernah atau sedang diserang.

“Berdasarkan riset kami, pelaku serangan ini akan mencoba terus. Mereka melakukan aksi serangan berkali-kali hingga akhirnya berhasil dengan mencari celah keamanan yang ada,” ujar Edwin. 

Pada institusi layanan kesehatan atau rumah sakit, lazimnya yang diserang adalah Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang mengintegrasikan layanan rekam medis, diagnosa, hasil pemeriksaan laboratorium, resep obat hingga pembayaran.

“Data-data itu sangat rahasia sekaligus berharga. Ingat pula, ancaman bukan hanya datang dari luar, namun juga kalangan internal. Lebih dari 59% serangan siber terhadap data itu ternyata dilakukan orang dalam,” lanjut Edwin. 

Kewaspadaan layanan kesehatan, termasuk rumah sakit, kata Edwin, juga menjadi keharusan karena tingkat serangan setiap tahunnya meningkat 60% setiap tahunnya. Pihak penyerang akan mencoba segala celah. Termasuk, melalui email yang kata kuncinya sangat lemah atau kelengahann lain yang dilakukan berbagai pihak di lingkungan rumah sakit, bahkan tim teknologi informasi sendiri. 

Staf ahli IT rumah sakit PERSI Tony Seno Hartono yang juga berbicara dalam sesi itu menyatakan selain merugikan secara finansial karena institusi dan pasien bisa menjadi objek pemerasan, juga terungkapnya rahasia perusahaan. Sehingga, investasi terhadap sistem pengamanan siber juga harus menjadi prioritas bagi institusi kesehatan, termasuk rumah sakit.

“Kalau di dunia keamanan siber ini hanya ada dua istilah, mereka yang sudah diserang dan mereka yang belum menyadari bahwa telah diserang,” ungkap Tony.

Terkait pandemi, Tony juga memperingatkan risiko kejahatan phishing yang menggunakan Covid-19 sebagai kata kuncinya. Misalnya, seorang staf rumah sakit membuka email dari atasannya dengan embel-embel subjek Covid-19 tanpa memastikan keamanannya sehingga kemudian datanya diambil oleh pelaku aksi. 

Solusi buat menghindarkan dari risiko serangan itu, kata Edwin, Fortinet menyediakan layanan komprehensif mulai dari asesmen atau penilaian terhadap sistem keamanan, solusi untuk menutup celah-celah, edukasi hingga solusi ketika sebuah institusi, termasuk rumah sakit diserang. 

Fortinet juga menawarkan asesmen pada keamanan sistem informasi rumah sakit tanpa berbayar serta pelatihan Fortinet NSE Certification Program bagi tim IT rumah sakit, mulai level Foundation hingga Specialist yang juga gratis.