Search
Jumat 19 April 2024
  • :
  • :

Smartfren Masih Merugi Rp. 1,56 Triliun

MAJALAH ICT – Jakarta. Bisnis telekomunikasi yang gegap gempita seperti sekarang, ternyata tidak memberikan keuntungan bagi semua pemainnya. Selain Bakrie Telecom yang di 2012 menderita kerugian mencapai Rp. 3,13 triliun dan pengguna yang turun dari 14 juta di 2011 menjadi 11,6 juta di 2012, Smartfren juga mengalami hal yang sama. Sepanjang 2012, PT Smartfren yang dulunya bernama PT Mobile-8 Telecom merugi Rp. 1,56 trliun.

Untungnya saja, kerugian ini turun dibanding tahun sebelum yang Rp. 2,39 triliun. Sehingga, artinya, Smartfren berhasil menahan 34,73% kerugian.  Penyusutan kerugian ini terutama didukung dengan naiknya pendapatan usaha sebesar 72,79% persen dibanding tahun sebelumnya. Jika di 2011 pendapat usaha hanya Rp. 954,33 miliar, maka di 2012 angkanya naik menjadi Rp. 1,65 triliun.

Kinerja Smartfren dengan naiknya pendapatan, hal itu dikarenakan beban usaha yang hanya naik tipis 2,52% menjadi Rp 3,25 triliun, kemudian juga karena adanya keuntungan atas pelunasan utang senilai Rp 301,01 miliar. Kinerja Smartfren juga didukung keuntungan atas restrukturisasi obligasi wajib konversi senilai Rp 46,56 miliar. 

Secara umum, posisi operator di frekuensi 850 MHz memang memprihatinkan. Seperti diberitakan sebelumnya, selain jumlah pengguna yang berkurang, BTEL juga mengalami kerugian besar di 2012, yang mencapai Rp. 3,13 triliun. 

Menurut Wakil Direktur Utama Bakrie Telecom Jastiro Abi, angka kerugian tersebut meningkat jauh dibanding tahun 2011 yang hanya sebesar Rp 782 miliar. Kerugian di atas Rp. 1 trliun sudah dilaporkan BTEL per September 2012. Begitu juga jumlah pengguna yang sebanyak 14 juta di 2011 turun menjadi 12 juta per September 2012, yang kemudian merosot lagimenjadi 11,6 juta di akhir 2012. Apalagi, dalam laporan MAJALAH ICT sebelumnya, diketahui bahwa ada piutang BTEL yang jatuh tempo pada Desember 2012 yang tidak mampu dibayar, sehingga kepemilikan saham sebagian beralih ke Mount Charlotte.

Namun begitu, Jastiro mengungkapkan bahwa pendapat perusahaan masih cukup baik yang mencapai angka Rp. Rp 2,97 triliun. "Dari angka itu, pendapatan dari bisnis suara berkontribusi 50,8% atau sebesar Rp 1,51 triliun, sementara bisnis data tumbuh 142% dari Rp 143 miliar di tahun 2011 menjadi Rp 346 miliar di akhir 2012. Hal ini tentunya sejalan dengan tren industri telekomunikasi yang mulai mengarah ke bisnis data,” jelas Jastiro.

Diungkapkan pula oleh Jastiro, besarnya nilai kerugian tersebut merupakan bagian dari upaya perseroan untuk membersihkan aset-aset yang tidak produktif, sehingga ke depannya, diharapkan kinerja BTEL akan semakin solid dan tidak akan lagi dibebani aset-aset tidak produktif tersebut. "Kami masih bersyukur, di tengah persaingan industri yang ketat, BTEL tetap mampu mempertahankan pendapatan dengan cukup baik. Ini artinya BTEL masih memiliki pasar yang cukup solid di industri telekomunikasi Indonesia," ujar Jastiro berpikir positif.