Search
Minggu 7 Desember 2025
  • :
  • :

Regulasi Penyiaran Dinilai Sudah Tertinggal

MAJALAH ICT – Jakarta. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta mengatakan, perkembangan media digital menimbulkan tantangan besar bagi penyiaran nasional. Undang-Undang (UU) Penyiaran yang berlaku saat ini dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi terkini karena masih berfokus pada penyiaran analog dan terestrial, seperti televisi dan radio.

“Undang-undang tersebut disahkan pada tahun 2002, jauh sebelum munculnya platform digital seperti Netflix dan layanan streaming lainnya. Meskipun di dalamnya terdapat klausul yang menyebutkan “media lainnya”, pengaturan tersebut belum mampu menjangkau kompleksitas penyiaran di era konvergensi media saat ini,” kata Sukamta saat menjadi pemateri dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dengan tema “Mendorong Penyiaran yang Relevan dengan Perkembangan Zaman” di Univeristas Budi Luhur, Jakarta.

Ia menceritakan upaya revisi UU Penyiaran sebenarnya telah bergulir sejak tahun 2014. Saat itu, DPR RI melalui Komisi I telah memprediksi bahwa penyiaran di masa depan akan “bermultiplatform” dan berbasis digital. Sayangnya, kesadaran terhadap perubahan arah industri ini masih terbatas di kalangan pemangku kepentingan.

Kini, sambung Sukamta, penyiaran tidak lagi hanya bersifat free-to-air, tetapi telah merambah ke berbagai platform streaming dan konten digital. Karena itu, regulasi baru yang adaptif dan relevan dengan perkembangan zaman menjadi kebutuhan mendesak. Harapannya, penyiaran nasional dapat tumbuh sehat, kompetitif, dan mampu melindungi kepentingan publik.

Di tempat yang sama, Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah mengatakan, tugas dan fungsi KPI memiliki peran strategis sebagai regulator penyiaran di Indonesia. “Lembaga ini bertugas mengawasi dan melakukan monitoring terhadap program siaran di televisi maupun radio agar tetap sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS),” katanya.

Selain fungsi pengawasan, KPI juga aktif menghimpun partisipasi masyarakat dalam mengawal kualitas penyiaran. Jika ditemukan adanya potensi pelanggaran dalam tayangan tertentu, KPI berwenang memberikan sanksi administratif berupa teguran kepada program yang melanggar aturan.

“Tidak hanya berperan sebagai pengawas, KPI juga memberikan apresiasi kepada program dan lembaga penyiaran yang menghadirkan tayangan berkualitas. Beberapa di antaranya melalui Anugerah Syiar Ramadan, Anugerah Penyiaran Ramah Anak, dan Anugerah Komisi Penyiaran Indonesia,” ujar Aliyah.

Melalui ajang penghargaan tersebut, lanjut Aliyah, KPI berupaya memberikan referensi tayangan berkualitas kepada masyarakat sekaligus mendorong lembaga penyiaran untuk terus berinovasi menghadirkan program yang edukatif, informatif, dan bermakna bagi publik.