Search
Jumat 24 Januari 2025
  • :
  • :

Ada yang Jual Software Bajakan, Pengelola Mal Bisa Kena Denda Ratusan Juta

MAJALAH ICT – Jakarta. Polda Metro Jaya, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), dan Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI) melakukan inspeksi produk bajakan di berbagai toko perangkat lunak, sekaligus menyosialisasikan Undang-Undang Hak Cipta terbaru, yaitu UU No. 28 tahun 2014 kepada para pengelola gedung pusat perbelanjaan di Mall Harco Mangga Dua, Jakarta. Inspeksi ini dilakukan dikarenakan semakin tingginya tingkat pembajakan perangkat lunak di Indonesia, dengan berbagai dampak kerugian yang mengancam, baik kehilangan potensi pendapatan pajak tidak langsung dari penjualan perangkat lunak asli bagi negara, maupun berbagai ancaman keamanan dan potensi kerugian yang membayangi para konsumen pengguna perangkat lunak bajakan tersebut.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh MIAP bersama dengan Makara Mas Universitas Indonesia berjudul “Economic Impact of Counterfeiting in Indonesia”, perangkat lunak menempati peringkat pertama (sebesar 33.50 %) sebagai produk yang paling sering dibajak, melebihi berbagai produk lainnya yang sering dibajak seperti kosmetik, obat-obatan, pakaian, barang-barang berbahan kulit, serta makanan dan minuman.

Dengan hadirnya UU Hak Cipta No. 28 tahun 2014 yang disahkan oleh pemerintah Indonesia para 16 Oktober 2014 yang lalu, kini tidak hanya konsumen dan penjual produk yang perlu waspada terhadap transaksi produk bajakan, para pengelola gedung pertokoan atau pusat perbelanjaan juga bertanggung jawab untuk memastikan tidak adanya transaksi produk bajakan di tersebut.

Direktur Reserse Kriminal Khusus, Polda Metro Jaya Mujiyono menyatakan, “Hadirnya UU Hak Cipta No. 28 tahun 2014 ini merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan perlindungan bagi para konsumen Indonesia terhadap berbagai ancaman keamanan dan kerugian akibat penggunaan produk bajakan, termasuk perangkat lunak. Kami memilih Mall Harco di Mangga Dua karena wilayah ini merupakan salah satu pusat penjualan produk komputer dan perangkat lunak terbesar di Indonesia, yang tentunya rentan terhadap berbagai transaksi produk bajakan.”

Dalam UU No. 28/ 2014 pasal 113 ayat (3), dijelaskan bahwa setiap penjual barang bajakan, termasuk para retailer komputer dan perangkat lunak, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau dikenakan denda hingga Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). Jumlah denda ini meningkat dua kali lipat dari UU Hak Cipta sebelumnya.

Sementara itu, UU no. 28/ 2014 pasal 10 dan pasal 114 secara spesifik memberikan tanggung jawab kepada pengelola tempat perdagangan untuk mengawasi tindakan penjualan, penggandaan, maupun transaksi produk yang dihasilkan dari pelanggaran Hak Cipta. Para pengelola gedung pertokoan dan mall yang lalai dalam hal ini akan dipidana dengan hukuman denda hingga Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

“Melalui sosialisasi UU Hak Cipta ini, diharapkan para pemilik toko maupun pengelola gedung pusat perbelanjaan dapat semakin sadar akan peraturan terbaru ini dan bekerja sama untuk mengurangi transaksi perangkat lunak bajakan,” tambah nya.

Widyaretna Buenastuti, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) berkomentar, “Sosialisasi UU Hak Cipta No. 28 tahun 2014 sangat penting untuk dilakukan, khususnya kepada para pemilik toko dan pengelola gedung pusat perbelanjaan. Dengan kesadaran dan pemahaman yang tepat akan pentingnya perlindungan Hak Cipta dan penggunaan produk original, para pemilik toko dan pengelola gedung pusat perbelanjaan dapat secara langsung ikut melindungi para konsumen dari berbagai bahaya ancaman produk bajakan. Lebih jauh lagi, hal tersebut memberikan rasa aman dan kepercayaan yang lebih tinggi baik bagi pengusaha dalam berkreasi dan berinovasi, serta para investor untuk berinvestasi di Indonesia, sehingga dapat menciptakan iklim bisnis dan investasi yang lebih kondusif.”

Sementara itu, Parlagutan Lubis, Direktur Kerjasama & Promosi DJHKI, Kementerian Hukum dan HAM RI menyatakan, ”Menurut data dari Dirjen HKI Indonesia, saat ini tercatat kontribusi penegakkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) hanya sekitar 2% dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini masih di bawah pemerintah yang menargetkan kontribusi HKI dapat mencapai angka 6% dari total PDB. Kami yakin kehadiran UU Hak Cipta No. 28 tahun 2014 merupakan salah satu cara paling efektif dari pemerintah untuk melindungi kekayaan intelektual dari Indonesia, sehingga dapat mencapai target tersebut dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negeri ini. Tentunya hal ini dapat sukses terwujud dengan kerja sama yang baik dari berbagai pihak, baik pemerintah, pihak swasta, maupun masyarakat.”