MAJALAH ICT – Jakarta. Laporan terbaru mengenai penyadapan yang dilakukan piahk Australia terungkap. Dan dari informasi mutakhir, disebut-sebut adanya celah yang dimanfaatkan dan digunakan untuk bisa menyadap petinggi Indonesia sekelas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dan celah itu memang datang dari operator telekomunikasi Indonesia, yang disebut operator itu adalah Indosat dan Telkomsel.
Kasus ini sebenarnya sudah dipetieskan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang menyatakan bahawa operator telekomunikasi tidak terlibat penyadapan. Kepala Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto, menegaskan. "Semua operator menyatakan bahwa keamanan jaringan untuk jalur komunikasi RI-1 dan RI-2 sudah siap digunakan dan sesuai dengan SOP pengamanan VVIP. Semua operator menyatakan bahwa sudah memeriksa ulang seluruh sistem keamanan jaringan dan sudah sesuai dengan standar keamanan yang berlaku. Semua operator menyatakan bahwa sudah mengevaluasi oursourcing jaringan (kalau ada) serta memperketat Perjanjian Kerjasama," ungkap Gatot.
Selain itu, tambahnya, semua operator juga menyatakan bahwa sudah memastikan yang berwenang melakukan penyadapan adalah APH. "Semua operator menyatakan bahwa sudah memeriksa bahwa tidak ada penyusup gelap penyadapan oleh oknum swasta ilegal," lanjutnya.
Menurut Gatot, dari laporan yan diterima, semua operator menyatakan bahwa sudah melakukan pengujian (audit internal dan eksternal ) terhadap sistem perangkat lunak yang digunakan dan menyatakan tidak ada "backdoor” atau "botnet” yang dititipkan oleh vendor serta sudah melakukan pengetatan aturan terkait perlindungan data pelanggan, registrasi, dan informasi pribadi sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban mereka di Modern Licensing.
Pernyataan aman secara sepihak, tentunya tidak dapat diterima. Hal ini yang dikiritis Indonesia Telecommunication Users Group (IDTUG) melalui Sekjen IDTUG Muhammad Jumadi. Menurut Jumadi, adalah tidak fair jika operator harus menilai diri sendiri mengenai aman atau tidaknya jaringan terhadap penyadapan. "Kalau yang bilang dirinya sendiri ya pasti bilang aman," kritik Jumadi. Ditambahkan, dengan klaim tersebut tidak menjawab persoalan yang terjadi, adanya penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibu Negara Ani Yudhoyono dan para menteri di 2009 lalu. "Kalau begitu kok terus bisa terjadi penyadapan. Mau mengatakan penyadapan terjadi di tempat berantah yang di luar operator?" sesal Jumadi.
Alhasil, ada suara sumbang bahwa mata-mata Australia sesungguhnya telah menyusup dalam kedua perusahaan telekomunikasi besar tersebut. Penyusupan bisa dilakukan oleh orang asing asal Australai yang bekerja di dua perusahaan tersebut, atau mungkin punya hubungan karena dengan pemerintah Australia, seperti mendapat bea siswa atau bekerja di Australia.
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, dalam diskusi bertajuk ‘Generasi Muda Bangsa Menyikapi Aksi Penyadapan‘ yang digelar Kantor Kemenpora beberapa waktu lalu menegaskan, sekadar laporan saja belum cukup. "Ini belum cukup, agar komprehensif, perlu dibentuk tim pencari fakta atau tim independen untuk menyelidiki lebih dalam bagaimana penyadapan terjadi, siapa terlibat untuk kemudian diberikan sanksi sesuai ketentuan dan aturan yang ada," katanya. Ditambahkan, TPF bisa terdiri dari beberapa instansi, dan termasuk ahli-ahli telekomunikasi atau TI. TPF sendiri penting untuk membersihkan kredibilitas operator itu sendiri.