MAJALAH ICT – Jakarta. Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring telah mengeluarkan 7 instruksi kepada operator agar operator, salah satunya, adalah Memastikan hanya APH yang berwenang melakukan penyadapan: Gate Way KPK, Kepolisian, Kejaksaan, BIN dan BNN. Namun begitu, Pengamat Telematika Heru Sutadi justru mengkritisi akan potensi kebocoran informasi bisa jadi berasal dari APH.
Menurut Heru yang juga Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, justru yang harus segera dilakukan pemerintah adalah menghentikan sementara koneksi sadap dari APH ke operator telekomunikasi. Sebab ditengarai, penyadapan oleh Australia terhadap Indonesia dilakukan melalui sejumlah alat yang dihibahkan ke pemerintah Indonesia. Oleh karena, Heru mendesak untuk mengevaluasi alat yang dihibahkan tersebut.
Menurut catatan lembaganya, penyadapan yang dilakukan Australia ke sejumlah elit pemerintah Indonesia pada 2009 lalu, melalui alat intersepsi yang dihibahkannya ke Detasemen Khusus (Densus) 88 pada 2001 silam. Alat yang bertujuan untuk melacak teroris itu dikabarkan telah dibenamkan aplikasi XKeyscore yang digunakan untuk menyadap. "Ini pelru ditelusuri akan pernagkat yang dimanfaatkan untuk remote interception. Bahkan, jangan lupa juga hibah lainnya berupa laboratorium digital forensic yang juga perlud diselidiki," ungkapnya.
Apa yang disampaikan Heru senada juga dengan yang disampaikan Anggota BRTI M. Ridwan Effendi. Menurut Ridwan yang merupakan ahli teknologi penyadapan, dijelaskan bahwa dalam sistem yang terbangun sekarang, operator lebih bersifat pasif. "Proses marking target (penentuan target yang disadap-red.) dilakukan secara remote (jarak jauh-red.) oleh Aparat penegak hukum (APH). Operator melakukan perekaman sebagai pembanding jika diminta atau secara sistem tidak memungkinkan dilakukan remote interception, seperti pada keadaan yang akan diintersepsi adalah nomor dari PSTN dg sistem elektro mekanik," jelas Ridwan.
Menurut lelaki yang beberapa kali menghadiri forum intersepsi dunia ini, ada peluang bahwa Indonesia kecolongan dari tersadap dari perangkat yang dimiliki aparat penegak hukum. "Dugaan saya, ada peluang kecolongan dari perangkat yg dimiliki APH yang memungkinkan remote monitoring dari pembuat alat tersebut. "Terlebih kita pernah menerima hibah sistem intersepsi dari negara tetangga tersebut," ungkap Ridwan.
Dugaan lainnya, tambah Ridwan, kemungkinannya adalah dari penjual ponsel, yang dengan sengaja menginjeksikan software monitoring. "Software ini banyak dijual, yang dipakai misal suami memonitor istri atau sebaliknya. Software ini banyak dijual di pertokoan. Tapi kemungkinan ini kecil karena pasti pembelian ponsel ini tidak sembarangan," papar Ridwan.