Search
Jumat 17 Januari 2025
  • :
  • :

Alex Sinaga Naik Jadi Dirut Telkom, Penjualan Tower Telkomsel Kian Mulus

MAJALAH ICT – Jakarta. Setelah berhasil melakukan tukar guling tower-towernya yang ada di Mitratel dengan Tower Bersama, Telkom kini berancang untuk segera juga melepas menara telekomunikasi yang digunakan PT Telkomsel, yang juga anak perusahaan Telkom dan Singapore Telecom (SingTel). Dengan naiknya Alex J. Sinaga sebagai Direktur Utama Telkom, maka penjualan kembali tower Telkomsel nampaknya akan menapaki jalan mulus.

Sebelumnya, disebutkan bahwa Telkom akan membicarakan penjualan tower Telkomsel dengan SingTel lebih dulu. SingTel memiliki 35% saham Telkomsel, sementara Telkom menguasai 65% saham perusahaan operator seluler terbesar di Indonesia ini. Adapun rencana Telkom adalah bagaimana bisnis menara ini bisa dimaksimalkan. Meski belum jelas bagaimana skema dan kapan aset Telkomsel ini dimonetisasi, namun tampaknya, pola pelepasan yang mengarah pada tukar-guling akan diduplikasi dalam monetisasi menara Telkomsel ini.

Sebagaimana diketahui, Telkom telah melakukan transaksi dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG atau Tower Bersama) untuk mengakuisisi sampai dengan 13.7% kepemilikan di TBIG setelah peningkatan modal melalui penerbitan saham baru, yang ditukar dengan saham Telkom di PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) sebesar 49% saham.

Mitratel merupakan anak perusahaan yang bergerak di bidang menara yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Telkom. Sebagai tahap awal transaksi, 49% saham di Mitratel yang ditukar setara dengan paling banyak 290 juta saham baru di TBIG, atau sekitar 5.7% dari modal saham di TBIG yang telah ditingkatkan melalui penerbitan saham baru.

Melalui transaksi ini, TBIG  mendapatkan kuasa manajemen atas Mitratel dan akan mengkonsolidasi keuangan Mitratel. Dalam jangka waktu 2 tahun, Telkom memiliki opsi untuk menukarkan sisa 51% kepemilikan saham di Mitratel yang setara dengan 473 juta saham baru di TBIG. Dengan demikian, kepemilikan Telkom di TBIG akan mencapai 13.7% setelah peningkatan modal melalui penerbitan saham baru. Jumlah transaksi ini sudah termasuk potensi pembayaran yang ditangguhkan dan penyesuaian pada saat penutupan yaitu sebesar 11.065 milyar rupiah(setara dengan USD 904 juta).

Sektor menara merupakan sektor bisnis yang potensial dengan pertumbuhan yang tinggi. Telkom ingin mendapatkan manfaat melalui investasi di sektor tersebut dan hal ini dapat diwujudkan melalui kepemilikan yang signifikan di TBIG. Melalui kerjasama dengan TBIG ini diharapkan akan terjadi peningkatan tenancy ratio dari menara yang dimiliki Mitratel sehingga akan memberikan manfaat bagi industri menara secara keseluruhan. Di masa yang akan datang, Telkom bermaksud untuk meningkatkan kepemilikannya di TBIG dengan tetap memastikan bahwa TBIG adalah operator menara yang independen.

Dengan telah ditandatanganinya perjanjian kerjasama ini, kedua belah pihak percaya bahwa aksi korporasi ini adalah sebuah tahapan penting untuk mencapai tujuan strategis perusahaan. Transaksi ini masih menunggu persetujuan pemegang saham TBIG dan pemenuhan terhadap persyaratan penutupan transaksi. Di dalam transaksi ini Barclays bertindak sebagai penasehat keuangan eksklusif untuk Telkom.

Keputusan Telkom untuk melakukan kerjasama ini merupakan tindak lanjut dari kajian strategis terhadap pilihan yang ada. Dari hasil kajian tersebut, Telkom menyimpulkan bahwa kerjasama strategis dengan TBIG, sebuah perusahaan menara independen yang berpengalaman dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia, merupakan pilihan terbaik agar Telkom dapat meningkatkan nilai dan mengambil manfaat dari aset menara yang dimiliki.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai bahwa penjualan anak usaha PT Telkom, PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) kepada PT Tower Bersama Infrastructure, berpotensi merugikan negara. Hal itu, katanya, karena transaksi yang dilakukan adalah non tunai.

Menurut Fitra sebagaimana disampaikan Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi, kerugian negara dapat disebabkan karena pembayaran bukan tunai, dimana Tower bersama membayar Telkom dengan menerbitkan saham baru senilai Rp.7.972 per saham. "Telkom berisiko menderita kerugian bila harga saham jatuh di bawah Rp.7.972. Karena gejolak pasar saham, tidak ada seorang pun yang dapat menjamin bahwa harga saham akan naik atau turun. Jadi transaksi ini sangat berisiko," yakinnya.

Untuk itu, Uchok berharap agar Presiden Jokowi mengagendakan pembatalan keputusan penjualan yang sangat merugikan negara tersebut. "Masalah ini akan berujung di pemerintahan Jokowi. Untuk itu, Jokowi harus segera mengagendakan pembatalan keputusan penjualan yang dinilai Fitra sangat merugikan negara tersebut. "Mitratel merupakan perusahaan prospek bagus dan saat ini dipaksakan untuk dijual," ucapnya.