Oleh: Heru Sutadi *
Kementerian Komunikasi dan Informatika memberikan isyarat akan diimplementasikannya teknologi telekomunikasi generasi ke-4 atau 4G yang dalam hal ini Long Term Evolution (LTE) di rentang frekuensi 2,3 GHz. Adopsi LTE di 2,3 GHz ini bukan dibuka lelang baru dimana masih tersisa 60 MHz (bahkan beberapa wilayah lebih dari 60 MHz karena ditinggalkan pemenangnya seperti PT Telkom), melainkan memberikan privilege bagi para pemenang lelang di 2009 untuk mengadopsi teknologi netral.
Awalnya para pemenang lelang WiMax ini sesuai lelang diharuskan menggunakan teknologi WiMax 16.d. Sampai kemudian mereka meminta agar pemerintah mengubah kebijakan, sehingga jadilah mereka boleh menggunakan teknologi netral, yang saat itu hadir WiMax 16.e. Dengan dalih teknologi netral, maka ada upaya agar operator-operator yang saat ini menghuni frekuensi 2,3 GHz dapat mengadopsi LTE di akhir tahun ini.
Bangun Ekosistem
Upaya untuk mulai menentukan di frekuensi mana LTE akan dialokasikan, perlu diapresiasi. Sebab ini artinya, Kementerian Kominfo mulai memikirkan bagaimana cara mengadopsi teknologi yang akan menjadi jawaban kebutuhan masyarakat akan layanan pita lebar (broadband) yang cepat. Dan yang terpenting adalah bahwa penentuan frekuensi oleh merupakan regulator merupakan bagian dari membangun ekosistem LTE.
Hanya saja, sebelum menentukan secara pasti di frekuensi mana LTE akan ditempatkan, perlu diperhatikan juga adalah bagaimana kesiapan perangkat di frekuensi tersebut, kemudian juga negara-negara lain menggunakan frekuensi yang mana, sebab jika tidak banyak negara yang menggunakan, maka harga perangkat dan CPE (customer premises equipment) tidak ekonomi alias relatif mahal. Yang perlu diuji juga adalah bagaimana dengan rencana dan kemampuan operator untuk adopsi LTE, dan tak ketinggalan adalah bagaimana publik selaku pengguna di edukasi dan disosialisasi akan layanan pita lebar berteknologi LTE.
Di dunia saat ini, menurut laporan GSA, sudah ada 163 jaringan komersial operator di 67 negara. Sebagian besar menggunakan frekuensi 1800 MHz, dimana 74 operator di 43 negara sudah mengkomersialkan jaringannya dengan 14,27 pengguna. Posisi kedua adalah frekuensi 2,6 GHz dengan 50 operator. Di frekuensi ini, Indonesia sulit mengadopsi karena 150 MHz sudah dialokasikan untuk televisi berlangganan IndoVision.
Untuk 2,3 GHz, dari negara-negara yang sudah meluncurkan LTE secara komersial dan menggunakan TD LTE di frekuensi ini, hanya Australia dan India yang menggunakannya. Sementara yang menggunakan TDD dan FDD untuk 2,3 GHz, negara lain yang menggunakan adalah Hong Kong, Oman, Arab Saudi dan Sri Langka. Sehingga, bisa dikatakan 2,3 GHz TD LTE tidak begitu favorit.
1800 MHz
Sebenarnya, jika proses migrasi ke TV digital bisa segeral selesai, frekuensi 700 MHz sangat potensial digunakan. Namun, pemerintah sendiri memprediksi baru 2018 migrasi akan selesai. Percepatan bisa dilakukan jika subsidi set top box dapat diimplementasikan.
Frekuensi 1800 MHz nampaknya akan jadi pilihan. Hanya saya, di frekuensi ini blok-blok operator tidak berdampingan (contigous), sehingga pelru penataan kembali. Termasuk menyeimbangkan besaran blok untuk tiap operator dan bisa jadi penggunaan penggabungan (pooling) frekuensi satu atau beberapa operator, sehingga pemanfaatan lebih optimal.
Lalu bagaimana dengan 2,3 GHz? Persoalan operator di 2,3 GHz bukanlah soal teknologi. Teknologi diubah ke Wimax 16.e pun operator tidak serius membangun dan berjualan layanan. Untuk operator baru, masalah finansial membangun jaringan serta harus berkompetisi dengan para “raksasa” seluler nampaknya merupakan tantangan yang tidak kecil. Sehingga, kalaupun dibolehkan ke LTE, tidak ada jaminan mereka akan mengadopsi dan agresif membangun jaringan.
ITU sendiri telah menetapkan bahwa 4G akan terdiri dari dua teknologi, LTE Advanced dan WiMax 802.16m atau mobile WiMax. Dan karena memang 2,3 GHz sejak awal dialokasikan WiMax, perlu diwacanakan bahwa pengguna eksisting cukup mengadopsi mobile WiMax saja dibanding LTE.
* Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute. Twitter @herusutadi
Tulisan ini dan informasi-informasi mengenai perkembangan ICT Indonesia lainnya dapat dibaca di Majalah ICT Edisi No. 9-2013 di sini