MAJALAH ICT – Jakarta. PT Bakrie Telecom diketahui sedang memproses penerbitan mandatory convertible bond. Selain dengan mandatory convertible bond , perusahaan juga dapat menerbitkan suatu wesel baru untuk ditukarkan (exchange offer) dengan Wesel Senior.
"Perseroan telah melakukan diskusi untuk rencana exchange offer tersebut dengan Steering Commite Pemegang Wesel Senior. Saat ini proses penerbitan exchange offer memasuki tahap finalisasi," ujar manajemen PT Bakrie Telecom dalam Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia. Penerbitan ini tetap dengan memperhatikan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ketentuan pasar modal yang berlaku.
Dalam aturan yang ada, BTEL wajib menyelesaikan utang kepada pemegang Wesel Senior senilai 380 juta dolar AS. Penerbitan mandatory convertible bond untuk membayar 70% utang kepada pemegang Wesel Senior dan 30% pembayaran secara tunai didasarkan pada Perjanjian Perdamaian yang telah dihomologasi oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 9 Desember 2014.
Nasib PT Bakrie Telecom memang nampaknya kian di ujung tanduk. Apalagi tercermin dari laporan keuangan BTEL di kuartal I-2015 yang mencatatkan kerugian mencapai Rp. 1,5 triliun. Hal itu dikarenakan pendapatan BTEL yang menurun secara year-on-year (YoY) yang mencapai 59,9% sementara di sisi lain beban usaha meningkat hingga hampir dua kali lipatnya.
Dari laporan keuangan yang dirilis anak usaha Bakrie Brothers tersebut, pendapatan Rp.188,48 miliar, padahal tahun yang sama sebelumnya masih mengumpulkan Rp.471,13 miliar. Mayoritas pendapatan berasal dari jasa telekomunikasi sebesar Rp.158,7 miliar. Untuk interkoneksi BTEL hanya meraih Rp.29,77 miliar.
Sementara itu, bebas usaha BTEL naik menjadi Rp.842,9 miliar, padahal kuartal yang sama tahun sebelumnya hanya Rp.455,6 miliar. Walhasil, BTEL menderita rugi usaha Rp.711,3 miliar, melonjak hampir sepuluh kali lipat dari Rp.65 miliar di periode sama tahun lalu.
Hingga akhir kuartal I-2015, total aset tercatat Rp.6,8 triliun, kas dan setara kas perseroan Rp.11,8 miliar, dan total liabilitasnya Rp.12,2 triliun. BTEL mengalami defisiensi modal sebesar Rp.5,4 triliun. Defisiensi modal ini, menurut laporan BTEL, sebagian besar disebabkan oleh rugi penurunan nilai aset, penghapusan uang muka dan pengembangan proyek, selisih kurs, beban keuangan serta kerugian usaha di tahun-tahun sebelumnya.