Search
Sabtu 18 Januari 2025
  • :
  • :

Bakrie Telecom Resmi ‘Dijual’ ke SmartFren Seharga Rp. 591 Miliar

MAJALAH ICT – Jakarta. Operator layanan telekomunikasi berbasis CDMA PT Bakrie Telecom  (BTEL) resmi bergabung dengan PT Smartfren Telecom. Dengan ‘penjualan’ ini, maka BTEL akan dihargai sebesar Rp. 591 miliar. 

Selain itu, berdasar perjanjian antara kedua belah phak, mengingat saat ini pemerintah masih mengalokasikan 5 MHz frekuensi yang akan digunakan bersama dengan SmartFren, yang sudah diatur Kementerian Komunikasi dan Informatika diberikan bersebelahan, pemilik BTEL mendapat 1 miliar saham. "Berdasarkan perjanjian, Bakrie Telecom akan memperoleh saham Smartfren sejumlah 1 miliar saham," jelas manajemen dalam laporan keuangan perusahaan.

Bakrie Telecom juga bakal memperoleh dana senilai Rp 500 miliar dari Smartfren. Dana tersebut digunakan untuk pembayaran biaya frekuensi terutang. Dana itu akan dibayarkan Smartfren kepada Bakrie Telecom pada tahun ke lima setelah tanggal efektif perjanjian. "Perusahaan akan menyewa jaringan telekomunikasi milik Smartfren guna melaksanakan kegiatan usahanya dalam bidang penyelenggaraan telekomunikasi, setelah tanggal efektif perjanjian," tambah perusahaan dalam keterangannya.

Sudah terangnya proses jual-beli BTEL, namun belum terungkap apakah semua hutang-hutang BTEL terselesaikan. BTEL diketahui memiliki kewajiban membayar utang total sebesar Rp. 11,3 triliun. Dari utang sebesar itu, Rp. 1,2 triliun merupakan kewajiban BTEL kepada pemerintah terkait dengan pembayaran BHP frekuensi dan BHP USO sebesar Rp. 1,2 triliun. Jika kreditur lain utang-utang BTEL digantikan dengan saham BTEL, utang BHP kepada pemerintah dipastikan harus dibayar dan menjadi prioritas pembayaran secara tunai. Inilah yang menyandera BTEL hingga saat ini untuk melakukan tukar guling dengan PT SmartFren Telecom.

Dalam satu kesempatan, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, M. Ridwan Effendi menegaskan, pemerintah memberikan syarat yang harus dipenuhi sebelum kerja sama ini berjalan. Salah satunya adalah membayar kewajiban BHP frekuensi yang selama ini belum ditunaikan hingga Desember ini. 

"Mereka sebelum memulai kerja sama harus melunasi kewajiban BHP frekuensi masing-masing lebih dulu," ujar Ridwan. Namun Ridwan menolak mengungkap berapa kewajiban BHP frekuensi yang belum dibayarkan kedua operator tersebut.

Adapun besaran utang BTEL terkuak dalam dalam laporan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Berdasar verifikasi, diketahui total utang Bakrie Telecom mencapai Rp 11,3 triliun. Adapun rinciannya, utang BHP dan USO sebesar Rp 1,2 triliun, utang usaha sebesar Rp 2,4 triliun, utang penyedia tower sebesar Rp 1,3 triliun, utang dana hasil wesel senior sebesar Rp 5,4 triliun. Kemudian ada juga utang akibat derivatif sebesar Rp 185 miliar, utang afiliasi sebesar Rp 73,7 miliar, utang dengan jaminan sebesar Rp 625 miliar dan utang utang pembiayaan kendaraan sebesar Rp 2,6 miliar.

Utang-utang tersebut belum termasuk utang kepada beberapa investor Amerika Serikat, yang tidak diakui BTEL. Padahal, beberapa investor telah mengajukan gugatan ke pengadilan di Amerika Serikat terhadap BTEL dan perusahaan asosiasi karena diduga melanggar ketentuan ikatan utang-piutang sebesar 380 juta dolar AS atau sekitar Rp. 4,56 triliun. BTEL digugat karena dua kali tidak membayar bunga dan terus default pada kewajibannya.