MAJALAH ICT – Jakarta. Meski PT Bakrie Telecom Tbk kini sedang menghadapi gugatan di sana-sini akibat gagal bayar utang. Karena itu, BTEL pun siap menukarkan utang tersebut dengan saham anak perusahaan bakrie Brothers tersebut.
Demikian disampaikan Direktur Utama Bakrie Telecom Jastiro Abi. Menurutnya, BTEL siap menukar sebanyak 50% saham perseroan dengan utang wesel senior senilai 266 juta dolar AS. Nilai share swap tersebut setara 70 persen dari total utang wesel yang mencapai 380 juta dolar AS. "Dengan harga pelaksanaan sebesar Rp. 200 per saham, perseroan siap mengkonversi sekitar 50 persen saham," ungkap Jastiro.
Dijelaskanya, rencana tersebut telah diajukan kepada para kreditor, yang akan kemudian dilakukan voting untuk memberi persetujuan atau penolakan. Sayangnya, pada 5 Desember 2014, investor yang mewakili sebanyak 25 persen nilai wesel menyatakan sikap keberatan atas proposal restrukturisasi yang ditawari Bakrie Telecom. Penolakan itu didasarkan pada kesulitan finansial yang dialami anggota Grup Bakrie lainnya, dan para pengutang memprediksi bahwa utang pokok akan terdilusi hingga 19 persen per dolar AS jika skema restrukturisasi dilaksanakan.
Persoalan ini tentunya akan mempengaruhi rencana kerja sama BTEL dengan PT Smartfren Telecom. Meski, SmartFren dan Bakrie Telecom telah mengumumkan rencana kerja samanya ke depan. Pemerintah sendiri memberikan syarat yang harus dipenuhi sebelum kerja sama ini berjalan. Salah satunya adalah membayar kewajiban BHP frekuensi yang selama ini belum ditunaikan hingga Desember mendatang.
"Mereka sebelum memulai kerja sama harus melunasi kewajiban BHP frekuensi masing-masing lebih dulu," ujar Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, M. Ridwan Effendi. Namun Ridwan menolak mengungkap berapa kewajiban BHP frekuensi yang belum dibayarkan kedua operator tersebut.
Kepada media beberapa waktu lalu, pihak SmartFren telah melunasi hutang-hutang BHP Frekuensinya yang senpat alot karena perlu mendapat keputusan pengadilan akibat perbedaan tafsir cara perhitungan BHP frekuensi untuk teknologi CDMA.
Sementara itu, menurut sumber yang layak dipercaya, untuk kondisi Bakrie Telecom, terjadi penunggakan pembayaran BHP yang cukup besar. "Awalnya hanya Rp. 200 miliar, tapi kini sudah kian membesar," kata sumber Majalah ICT. Meski belum didapat angka resmi, disebut-sebut tunggakan mencapai lebih dari Rp. 1 triliun.
Apa yang terjadi dengan BTEL nampaknya terkonfirmasi dengan di suspend nya saham BTEL. BTEL memiliki utang kepada salah satu vendornya, PT Netwave Multi Media, sebesar Rp.4,74 triliun. Kewajiban tersebut sudah tertunggak hampir dua tahun. Netwave lantas mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap BTEL ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Akibat gugatan ini, sahama BTEL terpaksa dihentikan di Bursa Efek Indonesia.