MAJALAH ICT – Jakarta. Belasan media online yang tergabung dalam Kelompok Kerja Media Online memprotes PT telkomsel sehubungan dengan iklan transisi yang dipasang Telkomsel kala pengguna mengakses situs media online. Protes media online ini disampaikan kepada Direktur PT Telekomunikasi Seluler, Alex J. Sinaga.
Protes itu sendiri ditandatangani oleh sekitar 11 anggota Kelompok Kerja Media Online, termasuk Portal VIVA.co.id, Tempo.co, Okezone.com, Detik.com, Kompas.com, Merdeka.com, Kapanlagi.com, Tribunews.com, Liputan6.com, Bolanews.com, dan Metrotvnews.com. Dalam suratnya, Kelompok Kerja Media Online berpendapat bahwa interstitial banner milik Telkomsel telah mengakibatkan kerugian materil dan imateril bagi mereka sebagai pemilik properti dan para konsumen selaku pengakses situs. Interstitial banner merupakan banner iklan atau informasi yang muncul secara otomatis sebelum atau sesudah pengguna mengakses halaman konten situs mobile tertentu. Pada kasus Telkomsel, banner tersebut otomatis muncul pada saat konsumen mengakses properti milik Kelompok Kerja Media Online melalui jaringan Telkomsel.
Menanggapi hal tersebut, manajemen Telkomsel menyambut positif surat keberatan tersebut. Telkomsel, sebagaimana disampaikan Adita Irawati, Vice President Corporate Communications Telkomsel, menegaskan bahwa pihaknya menjunjung praktik tata kelola yang baik, dan telah mengikuti regulasi dan ketentuan yang berlaku.
"Setelah dilakukan pengecekan, hingga diterimanya surat keberatan, interstitial banner terpasang hanya di sebagian media online, sedangkan sebagian lagi tidak terdapat interstitial banner tersebut. Untuk kenyamanan para pembaca di beberapa media online tersebut, sebagai wujud itikad baik Telkomsel, kami menarikinterstitial banner yang masih terpasang di sebagian media online secara serentak," kata Adita.
Di tengah aturan over the top (OTT) yang belum jelas saat ini, memang urusan iklan jadi rebutan. Karena nilainya sangat tinggi, di berbagai dunia, operator mencari cara agar kebagian kue iklan, karena pihak konten tidak mau berbagi. Padahal, operator merasa pihaknya yang membangun jaringan, sementara pembuat situs atau aplikasi yang tidak bersusah-susah membangun jaringan mendapat kue yang cukup besar, ambillah contoh Google atau Facebook. Nilai kedua perusahaan ini tentunya jauh lebih besar dari nilai operator-operator yang ada di Indonesia, termasuk pendapatan iklannya.