MAJALAH ICT – Jakarta. Isu tidak bayarnya pajak perusahaan internet raksasa Google mencuat setelah Google Indonesia mengembalikan surat yang dikirimkan kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk mengecek kewajiban pajak perusahaan internet kelas dunia tersebut. Seperti disampaikan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, Google menolak untuk diperiksa oleh pihaknya. Menurutnya, Ditjen Pajak bakal menjadikan penolakan tersebut sebagai bukti permulaan untuk melakukan tindakan selanjutnya. ”Karena menolak untuk diperiksa, itu adalah indikasi pidana,” yakinnya.
Dijelaskan Haniv, Ditjen Pajak kesulitan memungut pajak terutama PPH karena Google hanya menyetorkan penghasilan kepada kantor pusat. Haniv mengatakan, investigasi terhadap Google akan dilakukan setelah program amnesti pajak berakhir. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga iklim perpajakan tetap kondusif bagi wajib pajak yang ingin mengikuti pengampunan pajak. Diungkapkannya juga, awalnya Google mau bernegosiasi. Namun, diduga, Google mendapatkan masukan dari sejumlah pihak dan mengambil langkah menolak diperiksa. Padahal proses tersebut sebenarnya berlangsung sejak beberapa bulan yang lalu. Para petinggi regional Google dari Singapura juga sudah melakukan komunikasi dengan petugas pajak.
”Awalnya, mereka mau menegosiasikan. Tapi, kemudian entah ada masukan dari mana, surat itu dikembalikan,” ujarnya. Bukan cuma menolak, Google tidak mau ditetapkan sebagai badan usaha tetap (BUT) dengan konsekuensi membayar pajak kepada negara.
Mengetahui hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani sangat serius menanggapi penolakan Google ini. Tidak main-main, menteri yang pernah jadi petinggi di Bank Dunia ini mengancam akan membawa Google ke pengadilan pajak bila perusahaa internet raksasa ini mangkir membayar pajak di Indonesia.
Menurut Sri, bila Google tak kunjung bertindak kooperatif maka pemerintah akan menggunakan aturan hukum yang berlaku. Bahkan, Google akan diseret ke peradilan pajak. “Ditjen pajak akan menggunakan pasal yang ada, kita punya wadah untuk mendiskusikan hal itu. Kalau sepakat atau tidak sepakat, ada peradilan pajak,” kata Sri. Bahkan Sri akan membawa kasus pajak Google ke pertemuan internasional, untuk menyatukan persepsi mengenai pajak perusahaan over the top (OTT). “Saya lihat di negara-negara lain kompleksitas pemungutan pajak dari aktivitas ekonomi seperti ini, akan kita sikapi. Dan kalau kita merasa perlu ada forum internasional untuk menteri keuangan-menteri keuangan bisa sepakat sehingga tidak memiliki interpretasi sendiri, akan kita bawa,” yakinnya.
Perkembangan terakhir, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pihak Google ingin bertemu dengan pemerintah membahas mengenai perpajakan. Dan posisi pemerintah tetap, ingin porsi yang adil dari pendapatan Google. “Perusahaan Google ingin ketemu pemerintah untuk mendudukkan masalah pajak. Posisi pemerintah saya rasa tetap. Pemerintah Indonesia berkehendak mendapat porsi yang adil, itu saja,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengaku terus mendorong Google untuk duduk bersama dalam menyelesaikan kewajiban pajak Google yang tertunggak. Saat ini, pihaknya bersama Kementerian Keuangan mengupayakan cara pengumpulan pajak perusahaan internet raksasa bermarkas di Silicon Valley, Amerika Serikat tersebut.
Menurut Rudiantara, usai melayangkan surat penolakan diperiksa petugas pajak, manajemen Google langsung memberikan pembelaan. Rudiantara menegaskan, Google harus membayar pajak di Indonesia. “Semoga semua bayar pajak ya, karena saya lagi dorong terus. Kita duduk sama-sama selesaikan masalah ini. Soal bayarnya berapa dan bagaimana caranya biar teman-teman di Kemenkeu,” katanya.
Diungkapkan Chief RA, Google intensinya bukan menolak. “Itu sangat pendekatan hukum. dari suratnya kalau saya baca. Perlu duduk sama-sama dengan Kemenkeu, karena mereka berbisnis di Indonesia harus bayar pajak,” tandasnya.
Agar Google tidak lagi mangkir membayar pajaknya ke Indonesia? Rudiantara menyatakan bahwa Kementerian dipimpinnya saat ini sedang menyiapkan aturan terkait pemain Over the Top (OTT) asing. Penyelesaian aturan tersebut menunggu kasus Google tuntas. “Kalau Google ini selesai baru terapkan semuanya, OTT internasional maupun nasional karena tujuan saya memberi level playing field. Ini harus paralel dengan proses yang sekarang, kalau dipaksakan tapi tidak bisa dijalankan buat apa dan penegakkan hukum kalau tidak dilakukan, apa pinaltinya,” kata Rudiantara.