MAJALAH ICT – Jakarta. Dilimpahkannya kasus dugaan penyalahgunaan frekuensi 3G oleh Indosat dan IM2 di pengadilan saja sudah merupakan preseden sangat negatif dalam industr telekomunikasi di Indonesia.
Apalagi, telah jatuhnya tuntutan Jaksa yang menuntut mantan Dirut IM2 Indar Atmanto dengan 10 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan penjara. Perkembangan teknologi informasi, disadari atau tidak, begitu cepat, bahkan sangat cepat terjadi. Sementara, regulasi yang mendukungnya kurang dapat mengimbanginya.
Jangankan regulasi hukum yang bersifat secara umum, regulasi teknis yang bersifat lex specialis saja terakhir dibuat pada 1999, sedangkan hampir setiap tahun selalu ada perkembangan teknologi telekomunikasi baru.
Teknologi VoIP (voice over Internet protocol) misalnya, bila didukung regulasi teknis yang memadai, maka hal tersebut akan meningkatkan penetrasi telekomunikasi dan pada akhirnya meningkatkan perekonomian nasional.
Kasus lainnya, adalah kasus IM2. Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum menuntut Indar Atmanto, tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan frekuensi 3G oleh Indosat dan IM2 dengan hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp500 juta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), akhir Mei lalu.
Indar selaku Dirut IM2 saat itu, bersama Dirut Indosat Johnny Swandi Sjam dan Wakil Dirut Kaizad B. Herjee diangap jaksa dengan sadar membuat perjanjian pada 24 November 2006 yang seolah-olah merupakan perjanjian penggunaan jaringan bersama, tapi secara praktiknya merupakan pemberian akses bagi IM2 untuk menggunakan frekuensi 3G Indosat guna dimanfaatkan pelanggan IM2 mengirimkan data dari satu pelanggan ke pelanggan lainnya.
Sebagai akibat dari adanya perjanjian tersebut, maka Indar dianggap oleh jaksa telah melanggar UU Telekomunikasi No. 36 tahun 1999 khususnya pasal 34 ayat 1 tentang penggunaan spektrum dan orbit satelit yang harus disetujui Menkominfo.
Terlepas dari aspek hukumnya, dari sisi teknis, jaksa tanpa sadar telah menghambat perkembangan industri telekomunikasi, mengingat kerja sama antara IM2 dan Indosat sudah jamak dilakukan Internet Service Provider (ISP) lain dengan penyelenggara jaringan.
Bila hal ini dibiarkan, maka pemerataan penetrasi telekomunikasi akan terhambat, mengingat penyelenggara jaringan tidak mampu menyebarkan frekuensi yang dimilikinya ke seluruh masyarakat, dan butuh bantuan penyelenggara jasa yang menyebarkan frekuensi lewat penggunaan jaringan bersama.
Otomatis, penetrasi telekomunikasi dan Internet yang diamanatkan PBB lewat WSIS sebesar 50% dari populasi dunia jauh dari tercapai.
Tulisan ini dan informasi-informasi mengenai perkembangan ICT Indonesia lainnya dapat dibaca di Majalah ICT Edisi No. 11-2013 di sini