MAJALAH ICT – Jakarta. Pemerintah berupaya keras mendapatkan alokasi frekuensi hingga 100 MHz sampai 2016 agar tidak kehilangan potensi pendapatan Rp150 triliun.
Direktur Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail Ahmad mengungkapkan potensi kerugian itu bisa dari belanja infrastruktur, pembayaran frekuensi, potensi revenue dari pelanggan, dan lainnya.
“Teknologi makin berkembang dan memerlukan alokasi frekuensi baru, sedangkan frekuensi saat ini praktis habis dan sudah dialokasikan semua ke operator, meski tak banyak yang dipakai secara optimal,” ujarnya.
Menurut dia, terdapat beberapa opsi solusi, diantaranya perubahan struktur pasar atau pengurangan jumlah operator melalui merger atau akuisisi, atau mengembangkan infrastructure sharing dan frequency pooling.
Seperti diketahui, terdapat 10 operator telekomunikasi, yaitu PT Telkom Tbk, PT Telkomsel, PT Indosat Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT Axis Telekom, PT Hutchison Tri, PT Smarfren Telekom, PT Smart Telecom, PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia, dan PT Bakrie Telecom Tbk.
Kemenkominfo mencatat, sudah 450 MHz frekuensi yang dialokasikan kepada operator telekomunikasi. Ismail mengungkapkan frekuensi broadcasting pung akan diatur dan ditata kembali.
Mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Koesmarihati mengungkapkan pemerintah harus mengambil tindakan tegas seperti mengambil semua frekuensi yang ada di pita 800 MHz kemudian dilelang.
“Pemenang lelang diberi kewajiban membuka kerja sama MNO (Mobile Network Operator) dengan operator fixed wireless access [FWA] lainnya,” ujarnya.(ap)