MAJALAH ICt – Jakarta. PT Indosat Mega Media (IM2) didakwakan telah merugikan negara sebesar Rp. 1,358 trlyun. Angka ini didapat dari jumlah total pembayaran yang telah dilakukan Indosat kepada negara untuk 1-blok pita frekuensi selebar 5MHz di pita 2,1GHz yang dialokasikan untuk penyelenggaraan jaringan bergerak seluler 3G. Hal itu berarti bahwa BPKP telah turut menuduh dan menyangka bahwa IM2 telah menggunakan frekuensi milik Indosat atau pun menuduh dan menyangka bahwa IM2 telah menggunakan-bersama pita frekuensi radio yang ditetapkan untuk Indosat.
Menanggapi hal tersebut, Anggota BRTI Nonot Harsono menyatakan bahwa pihaknya kecewa dengan apa yang dilakukan BPKP tersebut. "Munculnya angka 1.3 trilyun ini adalah bukti nyata bahwa BPKP telah turut menafsir-kan PP-53/2000 pasal 14, 15, dan 30 tanpa bertanya kepada Regulator dan Pembina industri telekomunikasi yang telah ditunjuk oleh UU-36/1999 dan PP-53/2000 itu sendiri. Maka proses ini tentu bukanlah merupakan proses audit keuangan, melainkan proses “penghakiman” bahwa IM2 telah melakukan pelanggaran telekomunikasi," kata Nonot.
Ditandaskan Anggota BRTI dua periode ini, yang sedang berjalan sekarang di Pengadilan Tipikor, hakikatnya adalah anggapan bahwa tindak pidana telekomunikasinya dianggap sudah terbukti. "Sehingga terkesan bahwa dakwaan tindak pidana telekomunikasinya menggunakan azas “praduga pasti bersalah”. Hal itu karena BPKP dalam membuat Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara didasarkan pada keyakinan BPKP bahwa IM2 telah bersalah menggunakan frekuensi radio. Dengan kata lain, BPKP telah menvonis IM2 bersalah telah melakukan tindak pidana telekomunikasi, sehingga dengan yakin pula telah menerbitkan laporan hasil perhitungan kerugian keuangan negara sebesar yang telah dibayarkan oleh PT Indosat untuk 1-blok pita frekuensi di 2.1GHz, yaitu Rp. 1,358 trilyun ," sesal Nonot.
Karena itu, Nonot menyarankan agar BPKP seharusnya mengacu kepada UU Telekomunikasi dimana secara tegas disebut disana bahwa administrasi telekomunikasi adalah Menteri Kominfo dan jajarannya (termasuk BRTI). "Selain itu, BPKP akan lebih baik bila mengacu juga kepada UU Kejaksaan RI pasal 33 yang mewajibkan kejaksaan untuk menghormati instansi pemerintah lainnya agar dapat memberikan pelayanan hukum terpadu. Dalam kasus IM2-Indosat ini, BPKP sebenarnya dapat memerankan diri sebagai penengah antar Kementerian Kominfo dan Kejaksaan karena ketiganya berada di bawah satu atap Kabinet Indonesia Bersatu Jilid-2. Andai tidak bisa, seharusnya salah satu dari tiga lembaga tinggi negara ini mengusulkan rapat kabinet terbatas sehingga tidak sampai menyajikan disharmoni tatakelola negara ke hadapan masyarakat," harap Nonot.