MAJALAH ICT – Jakarta. Kasus dugaan penyalahgunaan frekuensi yang ditudingkan pada mantan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto, akan memasuki babak akhir. Menurut Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Nonot Harsono, ada informasi menarik yang perlu dicermati dari pembacaan tuntutan oleh JPU pada sidang hari Kamis lalu. Yaitu, berubahnya tuntutan dari "penggunaan bersama frekuensi radio” menjadi "penggunaan frekuensi radio”.
"Mungkin bagi awam kalimat ini tidak penting dan mirip-mirip saja, namun dalam bahasa Regulasi Telekomunikasi, kedua kalimat ini berdampak amat sangat berbeda," kata Nonot yang sudah dua periode ini menjadi Komisioner BRTI. Menurut Nonot, hal itu karena munculnya dakwaan kerugian negara sebesar Rp. 1,3 trilyun Rupiah adalah berasal dari kalimat dakwaan “PT IM2 menggunakan bersama pita frekuensi milik PT Indosat”. "Dengan kalimat ini, JPU mendakwa bahwa IM2 telah memenuhi kriteria Pasal 14 PP 53 tahun 2000 yang berisi tentang penggunaan-bersama-pita-frekuensi radio. Dengan berpikir bahwa kerjasama Indosat-IM2 memenuhi kriteria pasal 14 PP 53 tersebut, JPU menerapkan Pasal 30 PP 53 tahun 2000 yang menyatakan bahwa kedua pihak yang menggunakan-bersama suatu pita frekuensi wajib membayar BHP-frekuensi," tandas Nonot.
Dituturkan Nonot, yang juga menjadi Saksi Ahli dalam persidangan di Pengadilan Tipikor ini, perubahan ini bisa jadi dikarenakan dalam persidangan, belasan saksi dan ahli telah tegas menyatakan tidak mungkin terjadi penggunaan-bersama pita frekuensi oleh dua penyelenggara jaringan seluler dan angka kerugian negara sebesar Rp. 1,3 trilyun adalah BHP-frekuensi pita 2.1GHz PT Indosat untuk satu blok (5MHz) sejak 2006 hingga 2012 sebesar 1,358 trilyun Rupiah. "Dengan dakwaan penggunaan-bersama, PT IM2 diharuskan membayar juga sebesar angka tersebut. Sehingga bila dakwaan “penggunaan bersama” ini tidak ada lagi dalam tuntutan JPU, maka dakwaan kerugian negara sebesar 1,3 trilyun rupiah menjadi tidak ada lagi. Demikian pula dakwaan tindak pidana korupsi atas IM2 dan semua tersangka menjadi otomatis gugur teranulir oleh tuntutan JPU sendiri," terangnya.
Ditambahkan Nonot, dengan mengubah dakwaan menjadi bernuansa ‘PT IM2 telah menggunakan frekuensi milik Indosat”, maka berarti JPU mendakwa PT IM2 menggunakan pita frekuensi yang telah dibayar lunas biaya BHP-frekuensinya oleh PT Indosat dan secara teknis JPU mendakwa PT IM2 telah membangun jaringan seluler pada pita frekuensi 2.1GHz yang dialokasikan untuk PT Indosat, yang berarti pula mendakwa PT Indosat tidak membangun/mengoperasikan jaringan seluler 3G. "Perhatikan dengan cermat bahwa pita frekuensi yang digunakan oleh Jaringan seluler 3G milik Indosat ini telah dibayar lunas BHP-frekuensinya. Maka sungguh tidak dapat dibenarkan bila negara mewajibkan Indosat-group untuk membayar sekali lagi 1,3 trilyun Rupiah BHP-frekuensi. Indosat telah membayar lunas BHP-frekuensi, maka tidak ada lagi isu kurang-bayar sebesar 1,3 trilyun itu dan dakwaan bergeser menjadi pengalihan izin penggunaan frekuensi oleh PT Indosat kepada PT IM2. Subyek hukum pun berubah dari PT IM2 menjadi beralih ke PT Indosat dengan perkara pelanggaran administrasi," tegasnya.
Dengan begitu, kata Nonot, maka alur pembuktiannya pun harus berubah. "Yaitu, memeriksa apakah benar PT IM2 yang membangun jaringan seluler 3G di pita 2.1GHz? Apakah terbukti di pengadilan bahwa PT IM2 yang membangun ribuan BTS yang memerlukan modal trilyunan itu? Hal ini mudah dibuktikan dengan cara mengaudit aset dan laporan keuangan dari PT IM2. Adakah investasi berupa pembangunan jaringan seluler 3G sejak 2006 hingga sekarang ini?. Seluruh pelaku usaha telekomunikasi dan masyarakat pengguna pasti mengetahui bahwa tidak pernah ada jaringan seluler 3G milik IM2. Apakah ini semua sudah dibuktikan di pengadilan? Sungguh tidak lazim induk perusahaan mengalihkan penggunaan frekuensi kepada anak perusahaannya dengan motivasi bisnis yang tidak jelas dengan melanggar berat regulasi," jelas Nonot.
Karena tu, Nonot menandaskan bahwa peran tersangka Indar Atmanto dalam dakwaan baru ini menjadi kabur, namun JPU tetap menuntut amat berat. "Ada apa ini? Kiranya peristiwa drama penegakan hukum ini memberikan pelajaran yang berharga kepada kita semua," tanya Nonot dalam.