MAJALAH ICT – Jakarta. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menegaskan bahwa dalam proses penataan 3G tidak benar bahwa Axis adalah operator yang paling menderita dengan kepindahan dari blok 2 dan 3 ke blok 11 dan 12. Demikian disampaikan Anggota BRTI M. Ridwan Effendi.
Menurut Ridwan, semua operator di rentang 2,1 GHz terkena dampak dari keberadaan PCS-1900 MHz. "Interferensi dari Smart Telecom itu tidak hanya di blok 11 dan 12 saja, tapi merata dari blok 1 sampai 12. Memang hanya Indonesia yang sistem UMTS dan PCS 1900 MHz ada dan berdampingan," tandas Ridwan.
Dijelaskan Ridwan yang telah dua periode di BRTI ini, hal itu mengakibatkan seluruh blok dari 1 sampai 12 terkena luberan spektrum dari PCS 1900 MHz. "Sebetulnya kalau hidup sendiri tidak jadi masalah. Tapi harap dicatat, interferensi hanya terjadi pada tempat-tempat kolokasi dimana BTS UMTS berdekatan dengan BTS PCS 1900 MHz. "Saat ini misalnya, Telkomsel telah melaporkan gangguan Smart Telecom di daerah Batam, padahal Telkomsel sedniri berada di blok 4 dan 5," ujar Ridwan.
Ridwan menambahkan, dari kondisi tersebut yang diperlukan adalah koordinasi antara UMTS dan PCS 1900. "Sekali lagi, tidak benar Axis yang akan menempati blok 11 dan 12 akan paling menderita," pungkas Ridwan.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah menyelesaikan penataan 3G di pita 2,1 GHz bersama lima operator telekomunikasi.
Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala menilai, untuk penggunaan frekuensi yang efisien dan optimal ke depan, maka penataan ini diperlukan. Sebab, frekuensi akan optimal jika berurutan (contigous). "Dan dengan keputusan yang diambil bersama, harusnya tidak ada pihak yang merasa menang atau kalah dalam penataan 3G ini," kata Kamilov.
Menurut Kamilov, betapapun memang harus ada yang pindah dalam penataan, yang sebelumnya ada tiga operator yang frekuensinya tidak berurutan. "Ini memang perpindahan yang paling minimal. Namun, kita harap berikan waktu agar operator yang pindah total, Axis, untuk migrasi ke blok 11 dan 12. Sebab, migrasi ini akan berpengaruh terhadap proses perpindahan berikutnya bagi operator lain. Dan tentunya, pemerintah dan BRTI harus mengawal migrasi Axis ini, jangan sampai nanti kemudian mereka interferensi dengan PCS-1900. Kasihan, sudah harus pindah kemudian harus interferensi," tandas Kamilov.
Sebagaimana diketahui, dalam pertemuan yang diikuti dan para anggota BRTI, Kementerian Kominfo dan pimpinan 5 penyelenggara telekomunikasi pemegang lisensi pita frekuensi radio 2,1 GHz (PT Telkomsel, PT XL Axiata, PT Indosat, PT HCPT dan PT Axis Telekom) pada 28 Maret, menetapkan pembagian alokasi kanal 3G. Hal ini dilakukan karena persoalan utama di pita frekuensi 2,1 GHz pasca seleksi tambahan belum lama ini adalah terjadinya kondisi alokasi blok yang non-contigous untuk 3 penyelenggara telekomunikasi sekaligus (HCPT, Telkomsel dan XL).
Kondisi tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini:
Sehingga suatu penataan yang menyeluruh mutlak diperlukan agar kecepatan data dan kualitas layanan dapat ditingkatkan ketika alokasi blok-bloknya telah berada dalam kondisi contiguous seperti berikut ini:
Kepala Pusat Informasi dan HUmas Kemenkominfo Gatot S. Dewa Broto mengatakan Kementerian Kominfo dan BRTI sangat transparan, obyektif dan berusaha menerapkan langkah-langkah pemindahan alokasi pita frekuensi radio yang paling sedikit.
“Rencana penataan ini telah diterima oleh para penyelenggara telekomunikasi mengingat sebelumnya pada pertemuan 6 Desember 2011 telah sepakat bahwa apapun bentuk penataan yang dilakukan oleh Kementerian Kominfo dan BRTI akan diterima sepenuhnya oleh kelima operator,” tuturnya dalam siaran pers.
Meskipun demikian, Kementerian Kominfo dan BRTI tetap berhati-hati, profesional dan tidak menerapkan diskriminasi apapun.
Dasar hukum penataan ini mengacu pada Peraturan Menteri Kominfo No. 31 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 Tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000, khususnya Pasal 4A, yang menyebutkan:
- Setelah penataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan seluruh pita frekuensi radio 2,1 GHz untuk sistem UMTS di tetapkan kepada penyelenggara jaringan bergerak seluler IMT-2000, dilakukan penataan kembali secara menyeluruh .
- Penataan kembali secara menyeluruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pemindahan alokasi pita frekuensi radio yang telah ditetapkan kepada penyelenggara jaringan bergerak seluler IMT-2000 pada pita frekuensi radio 2,1 GHz sehingga setiap penyelenggara jaringan bergerak seluler IMT-2000 mendapatkan alokasi pita frekuensi radio berdampingan (contiguous).
- Seluruh biaya dan resiko yang timbul akibat dari penataan kembali secara menyeluruh ditanggung oleh masing-masing penyelenggara jaringan bergerak seluler IMT-2000.
- Hasil dari penataan kembali secara menyeluruht tidak mengubah masa laku Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio yang telah ditetapkan kepada setiap penyelenggara jaringan bergerak seluler IMT-2000, termasuk namun tidak terbatas pada kewajiban pembayaran BHP frekuensi radio.
- Proses penataan kembali secara menyeluruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya mekanisme dan tahapan pemindahan alokasi pita frekuensi radio yang telah ditetapkan kepada penyelenggara jaringan bergerak seluler IMT-2000 pada pita frekuensi radio 2,1 GHz.
Dan juga Pasal 9A yang menyebutkan:
- Mekanisme dan tahapan pemindahan alokasi pita frekuensi radio pada penataan menyeluruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A diatur dengan peraturan tersendiri.
- Mekanisme dan tahapan pemindahan alokasi pita frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan prinsip penerapan langkah-langkah pemindahan alokasi pita frekuensi radio yang paling sedikit .(ap)