MAJALAH ICT – Jakarta. Era digital atau cyber ternyata benar-benar membawa perubahan pada seluruh sektor kehidupan. Selain orang menjadi melek Internet, perkembangan teknologi informasi ternyata juga membawa perubahan pada cara kerja dan budaya perusahaan.
Berkembangnya teknologi mobile dan cloud computing disertai tren pekerja profesional yang mulai membawa perangkat mereka sendiri untuk bekerja dan mengakses aplikasi kantor telah mendorong tren Bring Your Own Device (BYOD) di Indonesia.
Tak bisa dipungkiri kondisi ini merupakan dampak dari meningkatnya tuntutan perusahaan yang tengah menghadapi kompetisi bisnis yang kian ketat, serta semakin meningkatnya kebutuhan untukpara pekerja agar selalu aktif dan tetap terhubung.
Fenomena BYOD sendiri bukan hal yang baru di Indonesia, tren ini mulai menggeliat sejak 2009 lalu dan terus tumbuh hingga saat ini dimana karyawan dan perusahaan mulai merasakan keuntungan signifikan dengan memiliki akses ke email kantor dari perangkat pribadi mereka, seperti smartphone dan tablet PC.
Dalam studi terbaru IDC, ditemukan bahwa 40% perangkat yang digunakan untuk mengakses aplikasi bisnis merupakan perangkat milik pribadi.
Sementara laporan terbaru dari Gartner menyebutkan, 80% perusahaan akan mendukung karyawan untuk menggunakan tablet di 2013, dan
kalangan enterprise akan menawarkan dukungan fasilitas email dan kalender perusahaan sampai ke level perangkat. Angka ini diperkirakan akan mencapai 90% di 2014 mendatang.
Perusahaan riset pasar B2B International bersama Kaspersky Lab juga melansir bahwa 72% perusahaan yang telah disurvei akan menerapkan konsep BYOD. Dan 50% dari perusahaan yang disurvei itu akan mendorong karyawannya untuk menggunakan perangkat komputasi mereka sendiri untuk bekerja. Dua tahun lagi diperkirakan, satu pekerja akan memiliki lebih dari tiga perangkat yang terhubung, meningkat cukup signifikan dari rata-rata 2,8 perangkat di 2013 ini. Di sisi lain, inisiatif mobilitas akan mengambil porsi 20% di tahun tersebut dibandingkan dengan 17% pada 2013, dimana peningkatan anggaran kemungkinan besar dialokasikan untuk kebijakan BYOD.
Konsep BYOD ini dibilang mampu untuk meningkatkan produktivitas, karena ruang bekerja kita tak terpaku hanya di kantor saja, sehingga memudahkan karyawan untuk tetap terhubung dengan jaringan perusahaan kapan dan dimana saja. Namun, dibalik kemudahan tersebut perlu diwaspadai ancaman terhadap keamanan jaringan perusahaan itu sendiri.
Pada akhir tahun 2012 sebanyak 38 persen Direktur Teknologi Informasi (CIO) di Amerika Serikat mendukung penggunaan BYOD, selanjutnya dari 82 persen perusahaan yang di survei bahwa pada tahun 2013 sebagian besar atau seluruh pekerjanya menggunakan perangkat sendiri untuk melakukan pekerjaan.
Yang jadi pertanyaan, siapkah masyarakat Indonesia untuk mengganti budaya kerja kantoran menjadi di rumah atau mobile, pasalnya kebanyakan keluarga di Indonesia menganggap kalau tidak bekerja di kantor berarti menganggur.
Sulitnya Implementasikan Budaya BYOD
Selain ramainya pro dari penganjur Bring Your Own Device (BYOD) yang mengatakan bahwa membiarkan karyawan menggunakan ponsel, laptop maupun tablet mereka sendiri membuat karyawan lebih gembira, lebih produktif serta memangkas biaya bisnis, namun ternyata ada juga kerugian mengimplementasikan BYOD ini. Sehingga, bisa jadi BYOD tidak cocok diimplementasikan di organisasi Anda bekerja.
Seperti dikutip dari ZDNet, berdasar tulisan Steve Ranger, ada beberapa alsan yang membuat BYOD tidak cocok untuk organisasi atau perusahaan. Pertama, saat ini karyawan membayar atau membeli untuk semua ponsel, laptop maupun tablet sendiri. Dengan BYOD artinya, karyawan mensubsidi perusahaan.
Alasan kedua, BYOD tidak akan memotong biaya. Hal itu karena jika karyawan gadget nya digunakan untuk bekerja, maka karyawan akan mengklaim biaya yang dikeluarkan itu ke kantor. Lalu dimana pengurangan biayanya?
Ketiga, BYOD akan membuat divisi teknologi informasi akan lebih sulit, hal itu karena mereka harus menangani kerusakan pada ponsel, laptop maupun tablet karyawan karena mengadopsi BYOD. Selain itu, masalah keamanan juga menjadi perhatian yang ujungnya juga akan menambah biaya penyediaan perangkat lunak baru seperti proteksi mobile data, mobile device management serta akses privileges berdasar perangkat masing-masing individu.
Fakor lainnya adalah keseragaman alat. Mengizinkan BYOD artinya bisa terjadinya ketidak seimbangan antarkaryawan karena menggunakan gadget yang berbeda-beda. Sehingga, adalah hal yang masuk akal, perangkat untuk seluruh karyawan disamakan, seperti sekolah yang memiliki seragam.
Kelima adalah soal keamanan. Keamanan menjadi isu terbesar BYOD, sebab memolehkan konsumen memasuki jaringan perusahaan membawa resiko besar. Sehingga, harus ada ketentuan dan aturan mengenai penggunaan perangkat BYOD jika digunakan oleh karyawan atau keluarga untuk hiburan.
Kenapa BYOD juga repot untuk diaplikasikan adalah kekhawatiran kehilangan data. Data yang hilang di karyawan, artinya data perusahaan juga hilang. Kalaupun data perusahaan selalu diupayakan terproteksi oleh perusahaan, yang juga tak kalah repot adalah memisahkan data pribadi dan data perusahaan yang berada dalam satu perangkat tersebut.
Disebutkan pula, BYOD hanyalah menguntungkan di saat-saat awal, namun pada periode yang lama akan merugikan. Di awal ketika menggunakan perangkat baru, tentu belum menjadi masalah, namun dalam perjalanannya, karena tidak semua karyawan memiliki cara memperlakukan pernagkat mereka secara sama, bisa jadi dalam waktu tidak beberapa lama akan rusak atau butuh perbaikan. Belum lagi, jika pernagkat berbeda, yang membutuhkan interoperability antarperangkat yang dimiliki karyawan.
Selain soal teknik, masalah lisensi juga menjadi perhatian. Sebab, jika berubah ke BYOD, artinya semua lisensi menjadi tanggung jawab perusahaan. Sehingga, divisi TI harus memastikan lisensi yang dimiliki cukup untuk menangani semua perangkat BYOD.
Berikutnya adalah soal produktivitas. Alasan orang memiliki atau membeli perangkat ponsel, laptop atau tablet sendiri adalah untuk kesenangan, bukan bekerja. Sehingga, adalah beresiko jika hal-hal yang tadinya untuk kesenangan dibatasi untuk bisnis atau pekerjaan. Atau sebaliknya, jika BYOD disediakan perusahaan, adalah juga menyiksa jika perangkat hanya bisa dipakai untuk bekerja, padahal di dalam pernagkat tersebut ada aplikasi seperti games, video ataupun jejaring sosial.
Terakhir, namun juga penting, adalah banyak karyawan yang juga tidak terlalu peduli dengan gadget. Mungkin hal yang aneh, namun tidak semua orang begitu mengikuti perkembangan teknologi atau terobsesi akan kehadiran teknologi baru. @arifpitoyo