MAJALAH ICT – Jakarta. Kerusuhan di Tanjung Balai, Sumatera Utara, ditenggarai karena adanya provokatif lewat media sosial. Medsos menjadi penyumbang pecahnya konflik yang mengakibatkan lima vihara dan beberapa kendaraan terbakar. Karena itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi.
"Kami akan berkoordinasi dengan Kemenkominfo bagaimana pengawasan media sosial Twitter, Facebook, dan lain-lainnya, yang dengan mudah setiap org menyebarluaskan secara viral," kata Tito di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Minggu (31/7). Dijelaskan Tito, konflik di Tanjung Balai sebenarnya sudah dicegah, yaitu dengan mendudukkan orang yang bermasalah. Namun, tiba-tiba saja ada provokator di media sosial, sehingga masyarakat lainnya tak terima, dan bertindak anarkis. Sementara itu, upaya preventif di media sosial tidak bisa dicegah lantaran Polri tidak punya otoritas di dalamnya.
"Mungkin salah satunya dengan meminta provider internasional untuk memiliki server di Indonesia bisa jadi salah satu solusi. Sehingga bisa mencegah dan mengantisipasi adanya isu provokatif di media sosial. Sebenarnya kasus ini sangat mudah sekali ditangani. Tapi karena kita tidak punya akses, penanggulangannya jadi sangat sulit," terang Tito.
Atas dasar itu, Tito mengaku tidak bisa mencegah adanya provokator yang menyebarkan pesan bersifat SARA di media sosial. Pihaknya hanya bisa mendeteksinya, setelah itu, melakukan penindakan melalui cyber crime. Sementara pesan SARA yang dilempar provokator, tetap menjadi viral di media sosial.
Selain itu, Tito meminta, agar masyarakat tidak terprovokasi dengan isu-isu yang bersifat SARA. "Jangan sampai mudah terprovokasi dengan berita-berita yang belum tentu benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan di medsos. Saya tekankan, ada ancaman hukumannya bagi mereka yang menyebarkan isu negatif. Kami mengimbau kepada netizen pengguna medsos tolong jangan menyebarkan isu negatif yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," pungkasnya.