MAJALAH ICT – Jakarta. Komisi I DPR akan memanggil dan meminta pertanggungjawaban Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, terkait dengan pelaksanaan penyediaan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobile-PLIK (MPLIK). Demikian dikatakan anggota Panitia Kerja (Panja) Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobile Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) Komisi I DPR, Tantowi Yahya, di Jakarta.
"Kita akan minta pertanggungjawaban Menkominfo soal pelaksaan PLIK-MPLIK," ujar Tantowi. Tantowi geram Komisi I DPR memperoleh laporan program yang secara teknis membangun warung internet (warnet) bersubsidi berbasis di kecamatan, banyak yang salah sasaran. "Harusnya PLIK dan MPLIK dibangun di kawasan terpencil, pada kenyataannya banyak yang dijalankan di kota kecamatan yang dekat dengan kota besar. Itu kita temukan setelah kita kunjungan kerja ke enam propvinsi yakni Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, NTB, Jawa Timur, dan Maluku," tegas Tantowi.
Selain itu, menurut Tantowi, persoalan ini juga akan dilaporkan ke ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar persoalan dana USO yang dipakai untuk PLIK-MPLI diaudit secara tuntas. Hal ini karena penyediaan PLIK-MPLIK menggunakan uang negara karena dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Ini memakai uang negara karena tetap melalui mekanisme APBN. Kami meminta BPK untuk mengauditnya," ungkap politisi dari Partai Golkar ini.
Yang juga disorot adalah laporan BP3TI yang sejak 2010 baru mengeluarkan dana sekitar Rp. 800 miliar. Ini artinya ada dana sisa Rp. 1,6 triliun yang mengendap di rekening BP3TI. "Ini bagaimana pertanggungjawabannya? Kemana bunga uangnya? Berdasarkan simulasi deposito berjangka di Bank Mandiri dengan suku bunga 5,55 persen setahun, maka nilai bunga uang Rp.1,5 triliun itu adalah Rp.88,8 miliar," kritik Tantowi.
Sementara itu, Balai Penyedia dan Pengelola Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) mengaku tengah mencermati adanya anggapan sebagian kalangan bahwa Program Layanan Internet Kecamatan (PLIK) gagal.
“Hasil evaluasi kami sudah mengarah ke problem inti, yaitu ketersediaan bandwidth, ketersediaan listrik, dan sumber daya manusia open source,”ujar Kepala BP3TI Santoso Serad yang akrab dipanggil pak haji itu.
Menurut dia, selain problem inti juga ada problem turunannya. Akibatnya, tambah Santoso, penggelaran PLIK/MPLIK kurang oprimal. BP3TI mengaku tengah mencari cara bagaimana agar program tersebut bisa berjalan sesuai tujuan semula dan dapat dinikmati masyarakat secara optimal.
PLIK yang tersebar diseluruh Indonesia dianggap sebagian kalangan tidak berjalan sesuai dengan peruntukkannya. Bahkan, PLIK dinilai 90% telah mati suri di seluruh kota/kabupaten diIndonesia.
Onno W. Purbo, pakar Internet, mengungkapkan Kemenkominfo yang selalu mengklaim telah menyambungkan lebih dari 5.000 desa. “Naga-naganya tak seindah itu,”ungkapnya.
Sementara itu, Indonesia Telecommunication User Group (Idtug) mensinyalir sebagian besar warnet pusat layanan Internet kecamatan (PLIK) yang dibangun Kemenkominfo banyak yang rusak, terbengkalai, dan tidak bermanfaat.
Organisasi itu juga menemukan ada warnet PLIK yang beralih fungsi menjadi warnet komersial yang dijalankan perorangan.
Y. Bambang Sumaryo dari Idtug, mengatakan pihaknya pernah melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah Penyelenggaraan Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan semuanya bermasalah.
"Ada PLIK yang berganti nama jadi warnet komersial, ada juga yang komputernya masih terbungkus, berdebu dan rusak, ada juga yang terkunci di kantor koperasi unit desa (KUD)," ujarnya.
PLIK juga sempat dipermasalahkan oleh lembaga swadaya masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LIRA). Menurut LSM tersebut, di daerah Pulau Jawa PLIK diperkirakan 50% belum selesai dan di daerah Sumatera 70% belum tercapai, padahal pembayaran sudah selesai.
LIRA menilai pengelolaan dana USO (Universal Service Obligation) yang jumlahnya mencapai Rp 1,4 Triliun per tahun di Kemenkominfo dinilai kurang transparan.(ap)