MAJALAH ICT – Jakarta. Pandemi Covid-19 telah mempercepat transformasi digital perekonomian di Indonesia dengan sangat cepat dalam semibilan bulan terakhir. Transformasi digital ini telah berkembang pesat, lebih dari sekedar e-commerce dan perusahaan transportasi online dan telah merambah ke sektor-sektor lain seperti manufaktur, kesehatan, pendidikan, ritel, perhotelan, dan transportasi.
Untuk membahas lebih jauh mengenai ini, Indonesia Economic Forum berkolaborasi dengan HSBC Indonesia mengadakan IEF Round Table bertajuk “Growth Prospects for Indonesia’s Digital Economy Post Covid-19” yang dipandu oleh Shoeb Kagda, Founder & CEO Indonesia Economic Forum dan dihadiri oleh beberapa pembicara utama seperti Wakil Menteri Keuangan Indonesia, Bapak Suahasil Nazara; Director Commercial Banking, HSBC Indonesia, Eri Budiono; Chief Executive National ICT Council (WANTIKNAS) Dr. Ilham A Habibie dan Director of Fintech, Payment, Logistics & Virtual Products Bukalapak Victor Lesmana.
Berbagai sub tema dibahas dalam round table ini, seperti: Berinvestasi dalam Teknologi Digital: Do’s and Dont’s; Bagaimana IoT mengubah sektor Manufaktur; Big data dan AI: transformasi sektor Jasa dan Tantangan regulasi terhadap Transformasi Digital.
“Ekonomi digital sudah menjadi arus utama di Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir, pandemi Covid-19 telah mempercepatnya, seiring makin banyaknya pelkau bisnis dan konsumen mengadopsi teknologi online untuk bekerja, belajara dan bahkan berbelanja. Ratusan ribu penduduk Indonesia telah memulai usahanya dari rumah untuk membantu keluarga mereka dan memperbaiki kehidupan mereka. Lebih dari 64 juta pelaku UMKM juga mulai mengadopsi teknologi online. Sektor keuangan juga mulai mengadopsi transformasi digital dan perbankan konvensional mulai memperluas layanan mereka ke konsumen lewat transformasi digital. Tapi untuk bisa memaksimalkan potensi ekonomi digital, Indonesia harus berinvestasi pada infrastruktur dan mengadopsi lebih banyak teknologi seperti AI, cloud computing, IoT, dan big data analytic sebagai landasan dari revolusi industri 4.0. Kuncinya, pemerintah, swasta dan masyarakat harus bekerja sama membangun infrastruktur dan mengadopsi teknologi baru maupun proses bisnis baru,” kata Shoeb Kagda, Founder & CEO Indonesia Economic Forum mengawali acara.
Wakil Menteri Keuangan Indonesia, Suahasil Nazara, dalam sambutannya menekan dua hal. Pertama, dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan fiskal agar Indonesia tidak hanya mampu melalui pandemi Covid-19 dengan baik, namun juga dengan kebijakan luar biasa untuk mewujudkan reformasi secara struktural.
Sejak kasus positif Covid-19 terjadi pertama kali pada bulan Maret, pemerintah menyadari bahwa perekonomian akan tertekan dimana konsumsi rumah tangga dan investasi akan melambat seiring dengan terbatasnya interaksi masyarakat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan PDB yang mengalami kontraksi 5,32% di kuartal-II 2020. Untuk itu pemerintah melakukan intervensi lewat kebijakan fiskal demi mencegah perlambatan ekonomi yang lebih dalam. Dan pada bulan Juli dan setelahnya, mulai terlihat mobilitas masyarakat yang menjadi dasar dari pemulihan aktivitas ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik hari ini mengumumkan pertumbuhan PDB Indonesia mengalami kontraksi 3,49% di kuartal-III, lebih baik dari kuartal sebelumnya. Meskipun masih mengalami kontraksi, pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk keseluruhan tahun 2020 ini sekitar minus 1,7 hingga 0,6 persen.
“Saya yakin respon kebijakan fiskal dari pemerintah, di antaranya pengurangan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan dari 25% menjadi 22% dan nanti akan dikurangi lagi menjadi 20%, bisa menarik lebih banyak perusahaan swasta untuk berinvestasi di Indonesia. Kami juga berkomitmen untuk mengesahkan UU Omnibus Cipta Kerja di tengah pandemi, agar iklim investasi membaik dan disaat yang bersamaan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan melindungi pekerja kita dengan adanya jaminan kehilangan pekerjaan misalnya. Ini akan menjadi landasan reformasi struktural pemerintah. Kami terus berkomitmen untuk terus melakukan reformasi struktural,” kata Suahasil.
Pada tahun 202, pemerintah sesuai dengan Perpres Nomor 72/ 2020 masih akan dalam mode ekspansi belanja pemerintah. Untuk itu defisit APBN diperkirakan masih akan melebihi 3% dari PDB, tepatnya 5,4% (dibanding tahun 2020 sebesar 6,34%) dan akan berangsur kembali ke level normal di bawah 3% PDB pada tahun 2023. Pemerintah akan menambah anggaran belanja kesehatan, bantuan ke UMKM dan meningkatkan kesiapan infrastruktur TIK dan digital di Indonesia. Kesehatan menjadi salah satu sektor penting dan menawarkan potensi ekonomi yang besar dan menjadi landasan sektor lain untuk pulih dari pandemi Covid-19.
“Konektivitas internet, data, dan gadget akan sangat penting. Itulah mengapa kami mengalokasikan subsidi internet. Peningkatan infrastruktur TIK juga penting untuk meningkatkan total labor productivity Indonesia. Itulah mengapa di tahun 2021 alokasi anggaran belanja pemerintah untuk TIK akan meningkat dan akan dialokasikan melalui transfer ke daerah dan beberapa kementerian seperti Kemenkominfo untuk koneksi satelit, Kemendikbud untuk subsidi internet pelajar dan lainnya, Kemensos, Kementerian PPN dan Kemenkeu sendiri. Kami sedang mengupgrade sistem tax core agar lebih user friendly dan memberikan kemudahan akses dan kepastian bagi para wajib pajak,” tambah Suahasil.
Menutup sambutannya, Suahasil kembali menegaskan pentingnya ekonomi dan transformasi digital untuk perekonomian Indonesia ke depan. Ia menjadi bagian dari agent of change dan harus inklusif bagi setiap penduduk Indonesia sehingga mereka semua bisa saling membantu meningkatkan perekonomian Indonesia serta mampu meningkatkan keamaan bagi transaksi digital, data dan keamanan digital dan lainnya. Ekonomi digital akan menjadi salah satu sektor ekonomi yang fundamental bagi kehidupan pasca Covid-19 dalam 2 hingga 3 tahun ke depan. Apalagi jika sektor penting lainnya seperti pertanian dan pengolahan juga bisa mengadopsi transformais digital, dampaknya akan lebih besar. Di satu sisi, telekomunikasi juga menjadi salah satu sektor yang paling berkembang pesat saat ini dan mungkin dua hingga 3 tahun mendatang karena masyarakat juga akan makin bergantung pada penyedia jasa telekomunikasi.