MAJALAH ICT – Jakarta. Saat ini, begitu banyak permasalahan yang mengemuka terkait dengan pemanfaatan teknologi internet, serta kebijakan negara dalam mengelola penggunaan internet. Sehingga, adalah penting untuk menyiapkan suatu strategi khusus dalam rangka mendorong kebijakan pengaturan internet yang ramah pada perlindungan kebebasan sipil. Oleh karena itu, memerhatikan berbagai temuan dalam penerapan UU ITE, ELSAM juga diringkas dalam uraian di atas, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) merekomendasikan lahirnya suatu badan independen, yang isinya dari berbagai pemangku kepentingan, sebagai sebuah lembaga khusus yang menangani konten internet secara bebas dan imparsial.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif ELSAM Indriaswati D. Saptaningrum dalam keterangan tertulis yang didapat Majalah ICT. "Perlunya wacana dan rencana strategis dari negara (pemerintah dan DPR) untuk mendorong lahirnya suatu badan independen, yang isinya dari berbagai pemangku kepentingan, sebagai sebuah lembaga khusus yang menangani konten internet secara bebas dan imparsial," desak Indriaswati.
Selain itu, tambahnya, ELSAM juga merekomendasikan pentingnya melakukan penelaahan ulang dan revisi terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya untuk memberikan ruang yang memadai pengaturan mengenai konten internet dan pengawasannya. Selain itu, memastikan adanya harmonisasi berbagai instrumentasi internasional hak asasi manusia yang telah diadopsi Indonesia, sebagai kerangka utama dalam revisi UU ITE, juga tak-bisa dielakan. "Hal ini sangat diperlukan dalam rangka memastikan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi, juga perlindungan hak atas privasi," ujar Indriaswati.
Hal penting lainnya, menurut Indriaswati, adalah mendorong aparat penegak hukum agar memiliki pemahaman dan pengetahuan yang memadai mengenai berbagai jaminan perlindungan hak asasi manusia, khususnya yang terkait dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi, sehingga mampu terimplementasikan di dalam setiap aktivitas penegakan hukum. Selain itu, kaitannya dengan penggunaan sarana tekonologi informasi, juga penting memastikan aparat penegak hukum mendapatkan cukup masukan informasi dan pengetahuan, perihal seluk-beluk perangkat tersebut, sehingga ada ketepatan dalam setiap tindakan yang terkait dengan penegakan hukum yang melibatkan sarana teknologi informasi.
Kemudian, penting juga untuk membentuk undang-undang untuk segera melakukan dekriminalisasi delik penghinaan dan pencemaran nama baik. "Pidana pencemaran nama baik, merupakan penggunaan secara sewenang-wenang hukum pidana terhadap ekspresi yang sah, dan merupakan salah satu bentuk paling parah dari pembatasan hak asasi manusia. Pidana pencemaran bak tidak hanya menciptakan efek dingin, tetapi juga menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia lainnya, seperti penahanan yang sewenang-wenang, penyiksaan dan bentuk hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Penerapan hukuman terhadap pencemaran nama baik seharusnya hanya dikenakan pada tindakan yang sangat serius, dan pemenjaraan bukanlah hukuman yang tepat bagi tindakan pencemaran nama baik," urainya.
Namun begitu, katanya, sebelum adanya dekriminalisasi terhadap pasal-pasal penghinaan/pencemaran nama baik, penting bagi Mahkamah Agung untuk mengeluarkan edaran resmi mengenai depenalisasi terhadap pasal-pasal tersebut, dalam penerapannya di lapangan. Aparat penegak hukum, termasuk penyidik, penuntut dan hakim, semestinya dapat berperan aktif dalam upaya meninggalkan penggunaan pasal-pasal ini, dengan mendorong pihak yang bertikai untuk memilih jalur mediasi. "Perlu juga didorong suatu undang-undang khusus yang ditujukan dalam rangka melindungi hak atas privasi warga negara, khususnya dalam aktivitas berinternet. Perlindungan ini mencakup perlindungan dari tindakan surveillancedan intersepsi komunikasi yang sewenang-wenang, juga perlindungan terhadap data pribadi," katanya.
Selain itu, perlu juga dipastikan reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang sejalan dengan arah dan maksud perlindungan hak atas kebebasan berpendapat, berekspresi, hak atas informasi, maupun perlindungan hak atas privasi. Hal ini penting untuk menghidari situasi ketidakpastian hukum seperti hari ini, ketika muncul situasi kesenjangan yang kentara antara UU ITE dengan KUHP.