MAJALAH ICT – Jakarta. Yang menarik terungkap mengenai sektor telekomunikasi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap impor sapi dengan terdakwa Direktur PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendy dan Juard Effendi, yang menghadirkan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Di muka persidangan Luthfi mengungkapkan bahwa ternyata Ahmad Fathanah pernah meminta bantuannya untuk mendapatkan jatah proyek selain di Kementerian Pertanian, juga Kementerian Sosial dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Luthfi mengakui bahwa dirinya pernah diminta bantuan oleh Ahmad Fathanah untuk mengurus proyek di kementerian. "Memang pernah ada di beberapa kementerian, ada di kementerian sosial, Kemenkominfo. Kemenkominfo saat itu proyek internet," kata Luthfi menjawab pertanyaan hakim anggota. Luthi saat itu juga menjadi Anggota Komisi I DPR Periode 2009-2014. Mitra kerja Komisi I di antaranya adalah Kementerian Kominfo. Proyek internet yang begitu besar di Kementerian Kominfo adalah Proyek Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobile-Pusat Layanan Internet Kecamatan (M-PLIK).
Namun begitu, Luthfi mengaku tidak menggubris permintaan Fathanah tersebut. "Permintaan dari Fathanah itu tidak saya proses," ujarnya.
Informasi mengenai adanya upaya mendapatkan jatah dalam proyek PLIK-MPLIK ini menarik. Pasalnya, akun @triomacan2000 di twitter pernah membedah implementasi program PLIK-MPLIK yang dianggap ada kongkalingkong di belakangnya. Bahkan, akun anonim yang menurunkan tulisan dua seri mengenai PLIK-MPLIK ini menuding ada permainan orang dalam Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatur pemenang tender, dengan mengatur spesifik perangkat yang hanya dimiliki vendor tertentu.
Karena itulah, meski negara hanya bersifat mendapatkan jasa dan tidak dirugikan, namun penentuan pemenang dan perangkat yang dibeli, serta siapa yang mengerjakan kemudian, ditentukan orang dalam tersebut.
Ketika hal ini dikonfrontasikan dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, lewat akun Twitter juga, Tifatul hanya berucap bahwa informasi itu bersifat sampah. “Trash,” kata Tifatul menangapi apa yang disampaikan @triomacan2000.
Bahkan saat Raker dengan DPR, Tifatul meyakinkan bahwa negara tidak ada yang dirugikan. “Kita hanya menyewa Per jam kan hanya Rp1.000 sampai Rp2.000. Kami membayar jasa mereka empat jam sehari. Jika memang ada masalah di lapangan, mari bersama kita carikan solusinya,” jelas Tifatul.
Terkait dengan perkembangan pengerjaan Program USO (Kewajiban Pelayanan Universal), dari rekapitulasi yang disampaikan Kementerian Kominfo, terlihat ada target-target yang belum terpenuhi, tapi ada juga realisasi yang di atas target. Adapun realisasi yang di bawah target adalah realisasi Desa Berdering, yang ditargetkan 33.184 desa, namun realisasi hanya 31.092 desa.
Begitu juga untuk Desa Pinter, dimana tahap I ditargetkan 131 Desa dan di Tahap II ada 1.330 desa, namun realisasi baru 100 untuk Tahap I dan 98 untuk Tahap II.
Sementara untuk Pusat Layanan Internet Kecamatan, yang ditargetkan 5.748 kecamatan, realisasinya mencapai 5.939 kecamatan. untuk MPLIK Tahap I antara target dan realissi sama, 1.802. Sedangkan untuk Tahap II, 105 reliasasi masih kosong karena dalam tahap pengerjaan. Selain menjadi bahasan di Panja Komisi I, PLIK-MPLIK juga makin mengarah ke rana hukum. Kabar yang beredar akan segera ada penetapan tersangka dalam kasus ini. Sumber Majalah ICT menyebutkan, tersangka berasal dari instansi di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang mengelola dana USO dan menyediakan PLIK-MPLIK. “Akan segera ada tersangka yang ditetapkan Kejaksaan Agung. Ada dua yang dibidik, tapi mungkin satu per satu,” ungkap sumber yang tidak mau disebut namanya.
Sebagaimana informasi yang disampaikan Kejagung, dalam MPLIK diduga ada penggelembungan angka dalam pengadaan jasa layanan internet di kecamatan-kecamatan seluruh Indonesia. Hal itu berlangsung pada 2010. Selain itu, ditambahkannya, mobil Internet yang beroperasi di daerah-daerah dianggap tidak sesuai dengan peruntukkannya, karena tidak berfungsi sebagaimana mestinya. “MPLIK tahapnya masih penyelidikan,” demikian diungkap Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto.