MAJALAH ICT – Jakarta. Presiden Joko Widodo akhirnya memilih Rudiantara sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika Periode 2014-2019. Rudiantara pun dilantik sebagai Menteri di Kabinet Kerja pada 27 Oktober 2014 untuk memimpin Kementerian yang membawahi sektor komunikasi dan informatika. Memang nama lelaki kelahiran Bogor 3 Mei 1959 ini tidak banyak disebut-sebut saat publik mengajukan nama-nama siapa yang layak untuk menjadi Menkominfo dalam kabinet Jokowi-JK. Namun bukan berarti, dipilihnya Rudiantara bukan juga merupakan pilihan yang asal-asalan saja.
Lelaki berkaca mata ini telah malang melintang di industri teknologi dan informasi Indonesia, khususnya telekomunikasi. Posisi Direktur di perusahaan telekomunikasi Excelcomindo Pratama yang kini menjadi XL Axiata pernah dijabatnya. Meski kemudian Rudiantara kemudian mengurusi industri semen dengan menjadi Wakil Direktur PT Semen Gresik, dan kemudian lulusan Statistik Universitas Padjadjaran, Bandung, ini berpindah kembali mengurusi listrik dengan menjadi Wakil Direktur PLN, Rudiantara toh akhirnya kembali ke industri telekomunikasi.
Rudiantara yang pernah menjadi Sekretaris Jenderal Asosiasi Telepon Seluler Indonesia ini, kemudian dipercaya menjadi Komisaris PT Telekomunikasi Indonesia. Dari Telkom, lulusan MBA dari IPPM ini, kemudian pindah ke Indosat dengan menduduki posisi yang sama, Komisaris. Posisi ini dipegangnya sampai kemudian Jokowi memilihnya menjadi Menteri. Selain di Indosat, Rudiantara juga menjadi Presiden Direktur dan CEO di PT Bukit Asam Transpacific Railways dan PT Rajawali Asia Resources.
Kerja, Kerja, Kerja
Saat serah terima jabatan dan pisah sambut antara Menteri Komunikasi dan Informasi lama Tifatul Sembiring kepada Menkominfo yang baru, Rudiantara mengatakan bahwa rencananya ke depan adalah dengan kerja, kerja, kerja.
Rudiantara mengatakan akan bekerja keras menjalankan program kerja agar Kemenkominfo menjadi lebih baik. "Kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas. Dengan reformasi birokrasi kita akan perbaiki lembaga dan pelayanan masyarakat agar kesejahteraan lebih baik," sambut Rudiantara dalam sambutan serah terima jabatan, menirukan apa yang sering dikatakan Presiden Joko Widodo.
Berkomentar mengenai penggantinya, Tifatul mengatakan bahwa Rudiantara bukan orang di industri teknologi informasi dan komunikasi, dan pengalamannya ini akan menjadi bekal untuk memimpin industri yang bergerak begitu cepat. "Bidang IT bukanlah hal yang baru bagi Pak Rudiantara. Beliau sudah banyak pengalaman di industri telekomunikasi," ujar Tifatul.
Dalam pandangan Rudiantara, banyak hal yang perlu dibenahi di sekotr komunikasi dan informatika di tanah air. Namun begitu, Rudiantara menilai bahwa yang harus segera dibenahi adalah penyediaan infrastruktur teknologi dan informasi (TI) yang merata di semua wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurutnya, pembenahan itu diperlukan untuk memberikan pelayanan ke semua lapisan masyarakat untuk dapat memanfaatkan teknologi dengan baik seperti internet masuk desa, sehingga tidak hanya terfokus di ibukota saja. "Dengan demikian pelayanan dalam bidang teknologi dan juga informasi Indonesia tidak akan kalah dari Negara-negara tetangga,” katanya.
Ditambahkannya, saat ini yang mendesak adalah dengan cara membangun kembali infrastruktur bandwidth. Menurutnya, infrastruktur bandwith ini juga penting, bukan hanya bagi masyarakat, tetapi juga pemerintah. apalagi, pemerintah mempunyai program dan rencana seperti e-government, e-procurement, e-business. "Pokoknya banyak infrastruktur. Sebab, kalau tidak ada infrastruktur, apakah dalam bentuk fiber optic, multiplexer, cable dan lain sebagainya, kita ketinggalan," yakin Rudiantara.
Untuk mendekatkan diri dengan persoalan yang ada dan pemangku kepentingan industri ini, Rudiantara pun melakukan blusukan, meski tanpa diliput media maupun kamera. Tercatat, penggemar durian ini mengadakan pertemuan dengan komunitas ICT Telco Society, Komunitas internet, kemudian juga menyambangi kantor Masyarakat Telematika (Mastel) serta APJII (Asosiasi Pengelola Jasa Internet Indonesia). “Saya yang akan datang ke mereka,” kata Rudiantara, yang seolah menjawab perubahan bahwa seorang Menteri haruslah melayani, dan bukan dilayani.
Waspadai Perang Cyber
Mengenai peran dari dunia ICT, pemilik usaha busana ‘shamira’ ini mengingatkan perlunya mewaspadai perang cyber di masa kini. Dan yang perlu diawasi adalah gerak-gerik negara tetangga.
Hal itu, katanya, di era kemajuan teknologi saat ini, perang tak cuma bermodal rudal, namun juga menggunakan sernagan dunia maya. "Coba lihat berapa hacking yang sudah terjadi, berapa situs pemerintah yang di-hack, itu kan sesuatu yang harus kita jaga. Kalau untuk kepentingan nasional kita harus berani, harus punya affirmative action," ujar Rudiantara.
Menurutnya, sesuatu yang membahayakan kepentingan indonesia harus diwaspadai dari jauh-jauh hari. Termasuk di dunia maya, dimana ancaman negara tetangga dianggapnya bukan cuma berasal dari meriam di kapal, tapi itu masuknya lewat internet.
Diungkapkannya, yang namanya ancaman nasional itu tidak hanya dilihat dari Kominfo. Dilihat juga dari sisi pertahanan, ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya. "Kita akan urus sama-sama, tapi yang pasti affirmative action itu harus ada. Ini untuk kepentingan negara," katanya lagi.
Untuk itu, Kementerian Kominfo di bawah kepemimpinannya akan tetap tegas dalam menghalau banjir situs pornografi dan konten negatif lainnya. "Kalau untuk kepentingan nasional, lebih baik dikritik sedikit daripada kebobolan. Ini kepentingan nasional," tandasnya.
10 Fenomena ICT Indonesia 2014 lainnya:
1. Selamat Tinggal CDMA, Selamat Jalan Flexi
2. Kasus IM2 Ingkrah, Semua ISP Ilegal?
3. Slot Orbit Indosat Dirampas, BRI akan Luncurkan Satelit
4. Operator Ramai-Ramai Adopsi 4G LTE
6. Maju Mundur Registrasi Pengguna Kartu PraBayar
7. TV Digital Dibuka, TV Analog Masih Jalan Terus
8. Media Sosial, Kampanye Hitam dan TrioMacan2000
9. Petinggi Facebook, Twitter dan Path Datangi Jakarta
10.Pasar masih Legit, Ramai-Ramai Bisnis E-Commerce