Search
Minggu 16 Februari 2025
  • :
  • :

FPI: Pungutan PNBP Telekomunikasi Inkonstitusional

MAJALAH ICT – Jakarta. Front Pembela Internet (FPI) dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan bahwa pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor telekomunikasi, yang selama ini dipungut pemerintah yang dalam ini Kementerian Komunikasi dan Informatika dinilai tidak sesuai konstitusi alias inkonstitusional. 

Demikian disampaikan Juru bicara FPI, Suwandi Ahmad saat mendaftakan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Uji materi itu ditujukan terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU PNBP) dan Pasal 16 dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi). "Dua UU ini inkonstitusional karena telah melanggar hak berusaha dan hak mendapatkan informasi. Industri telekomunikasi, khususnya penyedia jasa internet, merasa terlalu terbebani oleh berbagai biaya BHP," terang Suwandi.

Menurutnya, dalam industri telekomunikasi ada berbagai macam PNPB, yaitu Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) frekuensi, telekomunikasi, jasa telekomunikasi, dan konten. Selain itu, menurut Suwandi, rumusan tarif BHP jasa telekomunikasi dinilai tidak fair, karena dihitung 1% dari pendapatan kotor (revenue). Sedangkan pajak pendapatan badan saja dihitung berdasarkan keuntungan (pendapatan dikurangi pengeluaran). Selain itu, pendapatan-pendapatan dari usaha sampingan, yang sebenarnya dari usaha non-telekomunikasi, juga dihitung sebagai revenue yang menjadi obyek BHP.

Parahnya lagi, "Besaran dan tarif BHP itu ditentukan sesuka-sukanya oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika," ujar Suwandi. Hal ini dinilai inkonstitusional karena bertentangan dengan pasal 23A UUD 1945 yang mengatakan "pajak dan segala pungutan memaksa lainnya diatur dengan Undang-undang."