MAJALAH ICT – Jakarta. Pemerintah perlu berhati-hati terkait merger PT XL Axiata dengan PT AXIS Telekom Indonesia. Hal itu karena terkait dengan kewajiban membayar BHP AXIS yang masih hingga beberapa tahun ke depan.
Demikian dikatakan Pengamat Telekomunikasi Kamilov Sagala kepada wartawan di Jakarta. "Sebenarnya yang diharapkan XL adalah frekuensi, sedangkan masalah utang, mestinya bukan masalah besar bagi XL. Jadi, pemerintah tetap harus mengkajinya lebih dalam agar tidak terjadi kesalahan kebijakan yang akhirnya merugikan industri keseluruhan," kata Kamilov.
Ditambahkan oleh Mantan Anggota BRTI ini, perlu diwaspadai juga adanya indikasi kerugian negara dari pembayaran biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi 3G Axis yang seharusnya dilakukan secara bertahap selama 10 tahun dari 2006.
Sementara itu, di tempat berbeda, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, juga menekankan agar pemerintah mewaspadai isu kerugian negara ini jika frekuensi yang sekarang AXIS pegang kemudian diambil ke pemerintah. "Makanya, jika merger, XL harus tanggung jawab sepenuhnya terhadap frekuensi dan kewajiban yang harus dipenuhi AXIS termasuk tunggakan BHP Frekuensi. Jika pemerintah mengambil frekuensi AXIS dan diberikan pada pihak atau operator lain, dikhawatirkan akan ada selisih kewajiban AXIS sebelumnya yang seharusnya dibayarkan. Kalau full frekuensi AXIS diambil alih XL, ketakutan kerugian negara tidak diperlukan," katanya.