MAJALAH ICT – Jakarta. Meski menyatakan akan berhenti melakukan serangan jika pihak Australia meinta maaf terkait dengan penyadapan yang dilakukannya, namun karena permohonan maaf resmi belum juga terucap dari pemerintah Australia, para hacker Indonesia kembali melakukan serangan terhadap situs-situs penting di Australia. Serangan ini, seperti serangan-serangan sebelumnya, diklaim juga mendapat dukungan dari hacker Australia yang tergabung dalam Anonymous Australia.
Adapun yang menjadi target operasi para peretas semalam adalah situs Angkatan Udara Australia di www.airforce.gov.au. Walaupun pagi ini situs The Royal Australian Air Force (RAAF) sudah dapat dibuka kembali, situs ini semalam semaput diserang hacker bertubi-tubi dengan DDOS attack.
Dari pantauan Majalah ICT, situs ini sempat tidak bisa dibuka atau diistilahkan oleh kalangan peretas dengan ‘404 not found’. Namun, nampaknya sistem pengamanan situs ini sama dengan situs www.rba.gov.au yang merupakan situs Reserve Bank Australia dimana walaupun server rontok, kemudian situs ini dipindahkan ke IP back up nya sehingga tetap bisa jalan atau berfungsi seperti biasa.
Sementara itu, rontoknya beberapa situs penting di Australia oleh hacker yang mengaku berasal dari Indonesia mendapat tanggapan dari Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta. Mabes Polri menolak tudingan bahwa yang melakukannya adalah peretas dari Indonesia.
Kalau mengatasnamakan orang Indonesia, belum tentu orang Indonesia. Jadi ini harus diteliti dulu mulai dari pusat datanya, caranya meretas seperti apa, kemudian ditelusuri lagi sehingga kami belum bisa memastikan apakah itu orang Indonesia. Peretas atau hacker pastinya adalah orang yang benar-benar menguasai masalah teknologi informasi sehingga tidak mungkin menggunakan identitas asli mereka," kata Arief.
Dijelaskan Arief, dalam kasus peretasan sejumlah situs pemerintahan Australia, penegakan hukum dilakukan di lokasi kejadian sesuai dengan yurisdiksi penegak hukum setempat. "Dilihat juga bagaimana cara meretasnya, apakah diretas dengan metode DOS, DDoS, atau device (alat). Baru kemudian dicari pelakunya yang dipastikan oleh IP address," jelasnya.
Arief mengungkapkan, dalam direktoratnya ada bagian khusus yang menangani masalah kejahatan dunia maya (cyber crime). Dalam penanganan kasus perestasan, hal pertama yang harus dilihat adalah lokasi data center atau pusat data. Setelah ditemukan IP address pun, belum tentu bisa dipastikan yang bersangkutan benar orang Indonesia atau berada di Indonesia karena banyaknya perangkat lunak (software) yang digunakan untuk memanipulasi.