MAJALAH ICT – Jakarta. Ketika Dick Costolo, CEO Twitter, mengeluarkan investasi 67 juta dolar AS untuk mengembangkan aplikasi streaming Periscope, tidak dibayangkan betapa aplikasi ini berkembanga demikian pesat. Aplikasi ini mampu mencapai satu juta download pada iOS di bulan Maret, dan menyusul kesuksesan serupa saat diluncurkan di sistem operasi Android dua bulan kemudian. Popularitasnya benar-benar mulai meledak setelah orang di seluruh dunia menggunakannya untuk tayangan live "pertarungan tinju abad ini" antara Floyd Mayweather dan Manny Pacquiao.
Dalam kicauannya, Costolo mengatakan bahwa Periscope adalah salah satu pemenang sejati setelah pertarungan, dan ia disambut dengan banjir balasan dari fans yang memiliki akses pertarungan, salah satunya datang langsung dari pertarungan tempat MGM Grand di Las Vegas. Sejak itu, calon Presiden AS Hilary Clinton memulai kampanye pemilu 2016-nya dengan pidato di Periscope.
Hanya dalam waktu tiga bulan diluncurkan, Periscope sekarang telah menjadi aplikasi utama dimana Google Play memperkirakan aplikasi ini memiliki lima juta download sampai saat ini. Periscope, tampaknya, bisa menjadi awal dari perubahan besar dalam konten video cara didistribusikan dan dikonsumsi.
Hanya saja, Periscope akan menghadapi isu-isu hak cipta konten dengan berbagai skenario. Apalagi, YouTube yang telah hadir beberapa tahun lalu, dengan antusias membayar konten untuk duunggah ke situsnya secara gratis. Termasuk mengenai hak cipta atau hak siar dalam pertandingan olah raga dunia, maupun konser artis terkenal di dunia lainnya.