MAJALAH ICT – Jakarta. Rencana pemerintah untuk segera mengalokasikan frekuensi 2,3 GHZ mendapat tanggapan kritis dari publik. Salah satunya dari Indonesian Telecommunication Users Group (IDTUG). Seperti disampaikan oleh Yohanes Sumaryo, alokasi frekuensi untuk LTE seyogyanya haruslan berdasar kajian.
"Pengalokasikan suatu frekuensi untuk suatu layanan harusnya berdasar kajian teknis, bisnis, keamanan negara, dan bukan politis atau pertemanan," tandas Sumaryo. Menurut Sumaryo, frekuensi yang populer untuk LTE adalah 2,6 GHZ.
Namun sayangnya, frekuensi ini sudah dimanfaatkan oleh IndoVision. Oleh karena itu, Sumaryo menambahkan, perlu upaya dari pemerintah agar hal ini dapat dimanfaatkan. "Sayang frekuensi ini sudah dipakai IndoVision. Potensi pendapatan BHP dari frekuensi ini juga besar, mencapai Rp. 2,4 triliun. Namun, sayang karena dipakai televisi berlangganan hanya mendapat Rp. 300 juta/tahun," sesal Sumaryo.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menetapkan akan menggunakan 2,3 GHz untuk adopsi LTE. Rencananya, adopsi LTE di 2,3 GHz akan dimulai di akhir tahun ini dan diutamakan untuk operator yang menghuni pita 2,3 GHz karena sudah bersifat netral.