MAJALAH ICT – Jakarta. Guna memberikan perlindungan konsumen telekomunikasi, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menerbitkan paket Surat Edaran (SE). Perlindungan kepada konsumen itu meliputi perlindungan atas layanan pesan instan atau instant messaging berlangganan, tagihan yang membludak atau billing shock, serta perlindungan dari penipuan dan iklan yang menyalahgunakan pemanfaatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Sekjen Indonesia Telecommunication Users Group (IDTUG) menyambut upaya BRTI tersebut dalam memberikan perlindungan pada konsumen. Namun, menurutnya, perlu upaya lebih dari BRTI guna memproteksi konsumen yang dirasa kian hari konsumen kian lemah posisi dan tidak mendapat perlindungan sebagaimana seharusnya. "Saya harap BRTI tegas saja jika ada pelanggaran, apakah operator, BlackBerry maupun penyedia konten. Sikat saja," kata Jumadi.
Ditambahkannya, jika hanya surat edaran yang tidak ada nilai hukumnya dalam tata aturan dan regulasi, akhirnya hanya menjadi bersifat himbauan. "Jangan lagi cuma sekada surat edaran atau himbauan. Kalau seperti itu ibarat berteriak di tepian," ujar Jumadi.
Sebagaiman diketahui, seperti disampaikan Anggota BRTI M. Ridwan Effendi, BRTI telah mengeluarkan tiga Surat Edaran. Tiga SE bernomor 215/2013, 257/2013 dan 258/2013 dikeluarkan BRTI dalam rangka memberikan perlindungan bagi konsumen pengguna layanan telekomunikasi. Untuk SE No. 215/2013, isinya tentang Upaya Teknis untuk Perlindungan Pengguna, Masyarakat dan Penyelenggara. SE ini dikeluarkan karena makin maraknya penipuan dan iklan yang merugikan konsumen dengan memanfaatkan teknologi informasi. "MElalui SE ini diingatkan agar penyelenggara telekomunikasi publik secara terus-menerus melakukan upaya teknis guna meminimalkan korban dan gangguan pada pengguna," terang Ridwan.
Ditambahkannya, salah satu upaya teknis tersebut adalah pemblokiran dan penonaktifan nomor yang diadukan pengguna dan isinya terbukti digunakan untuk menipu. "Upaya teknis ini sesuai dengan UU Telekomunikasi No. 36/1999 Pasal 21, agar kegiatan usaha terhindar dari kategori telah melanggar kepentingan umum, kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum," jelas Ridwan.
Sementara SE No. 257/2013, kata Ridwan, tagihan yang melonjak akibat pengguna data internet. "BRTI menyampaikan pada operator seluler dan FWA untuk mempertimbangkan layanan internet yang normally active menjadi activated by user. Kemudian penyelenggara telekomunikasi diminta meninjau kembali pentarifan Rp. x/KB untuk disetarakan dengan paket data, serta penyelenggara harus memberikan notifikasi pemakaian data sebagai media komunikasi dengan pelanggan," urai Anggota BRTI dua periode ini.
Sedangkan SE No. 258/2013, berisi kewajiban ganti rugi kepada pelanggan layanan instant messaging bilamana layanan terputus. "Semangat pemberian kompensasi atau ganti rugi sesuai dengan amanah regulasi telekomunikasi dan UU Perlindungan Konsumen No.8/1999 khususnya Pasal 4 ayat h dan Pasal 7 ayat g," tegas Ridwan yang menambahkan bahwa semua SE ditandatangani Wakil Ketua BRTI M. Budi Setiawan.