MAJALAH ICT – Jakarta. Penataan frekuensi 1800 MHz mulai berlangsung dari Mei ini hingga November mendatang. Penataan sendiri akan dimulai dari awal bulan ini untuk seluruh wilayah Indonesia yang dibagi dalam 42 cluster. Dalam penataan ini, ada potensi gangguan terhadap pengguna frekuensi 1800 MHz yang saat ini dipakai untuk teknologi 2G. Indonesia Telecommunication Users Group (IDTUG) pun bersuara keras dengan mengatakan ada informasi yang menyesatkan mengenai potensi gangguan jaringan pada pengguna telekomunikasi, yang disebutkan hanya pada cluster yang sedang ditata saja.
Demikian penegasan atas nama konsumen telekomunikasi itu disampaikan Sekretaris Jenderal IDTUG Muhammad Jumadi. "Keterangan pemerintah dan regulator yang menyampaikan kepada publik bahwa gangguan jaringan telekomunikasi saat penataan frekuensi 1800 MHz hanya berdampak di wilayah yang sedang ditata adalah sesat," tandas Jumadi.
Dijelaskannya, saat penataan, yang terdampak sesungguhnya bukan hanya cluster yang sedang ditata saja. Wilayah yang sedang ditata itu, katanya, memang pasti berdampak, tapi bagi pengguna lain yang akan menghubungi wilayah yang sedang ditata juga akan terkena dampaknya. "Bagi wilayah yang sedang ditata frekuensinya, memang dipastikan pengguna akan mengalami dampak terhadap kualitas layanan yang menurun. Tapi jangan salah, karena adanya gangguan jaringan di wilayah yang sedang ditata, maka pengguna lain dari wilayah Indonesia lain yang akan menghubungi pengguna di wilayah yang sedang ditata frekuensi juga akan terdampak karena tidak bisa menghubungi pengguna yang ada di dalam wilayah tersebut," terang Jumadi.
Selain soal dampak nasional yang akan panjang, dari Mei hingga November, IDTUG juga menyoroti minimnya sosialisasi penataan frekuensi ini dan juga informasi akan adanya potensi gangguan kualitas layanan, kepada masyarakat secara luas. "Listrik saja, jika akan ada pemadaman sekarang ini, ada pemberitahuannya, baik di media cetak, elektronik maupun media sosial. Tapi ini penataan frekuensi yang dampaknya nasional informasi potensi gangguan tidak disosialisasikan secara baik," catat Jumadi.
Satu hal lagi yang diperjuangkan IDTUG, tambah Jumadi, adalah soal kompensasi penurunan kualitas layanan. "Pengguna membayar sesuai tarif normal, bahkan untuk prabayar mereka membayar sebelum pulsa digunakan. Dengan adanya potensi gangguan jaringan ini, maka harusnya ada kompensasi bagi para pengguna, baik dari pemerintah maupun operator. Ingatlah, pengguna bukanlah hanya korban dari perkembangan industri telekomunikasi, tapi harus menjadi subyek yang hak-hak nya juga dihormati," pungkas Jumadi.