MAJALAH ICT – Jakarta. Hari ini, Jumat (26/12/2018) Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail memberikan keterangan di hadapan wartawan mengenai pengakhiran penggunaan pita frekuensi radio 2,3 GHz yang digunakan oleh PT. Internux, PT. First Media, Tbk. Dan PT. Jasnita Telekomindo. Pengakhiran penggunaan pita frekuensi tersebut dilakukan karena ketiga operator itu tidak dapat memenuhi kewajibannya membayar Biaya Hak Penggunaan spektrum frekuensi radio kepada negara.
Disampaikan Ismail, untuk PT. First Media, Tbk dan PT. Internux, Melalui dua Keputusan Menteri Kominfo, mulai Jumat (28/12/2018), kedua operator telekomunikasi itu secara resmi tidak lagi dapat menggunakan pita frekuensi radio 2,3 GHz untuk layanan telekomunikasi.
“Berdasarkan Keputusan Menteri Kominfo Nomor 1012 Tahun 2018 tentang Pencabutan Izin Pita Frekuensi Radio untuk Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched yang Menggunakan Pita Frekuensi Radio 2,3 Ghz untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) PT. Internux. Sementara untuk PT. First Media, Tbk dituangkan dalam Keputusan Nomor 1011 Tahun 2018. Untuk melaksanakan keputusan itu, khusus kepada kedua operator layanan telekomunikasi tersebut, harus melakukan shutdown terhadap core radio network operation center (NOC) agar tidak dapat lagi melayani pelanggan menggunakan pita frekuensi radio 2,3 GHz,” jelansya.
Ditambahkannya, mengenai PT Jasnita Telekomindo, pengakhiran juga ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kominfo Nomor 1013 Tahun 2018. Sebelumnya pada tanggal 19 November 2018 PT Jasnita Telekomindo telah mengembalikan alokasi frekuensi radio.
Pengakhiran penggunaan pita frekuensi radio 2,3 GHz, tidak menghapuskan kewajiban PT. Internux dan PT. First Media, Tbk serta PT Jasnita Telekomindo, untuk melunasi biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio terutang dan denda keterlambatan pembayarannya. Proses penagihan tunggakan tersebut selanjutnya akan dilimpahkan dan diproses lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya Kementerian Kominfo akan melakukan pencabutan dan/atau penyesuaian terhadap izin penyelenggaraan telekomunikasi ketiga perusahaan itu,” tandasnya.
Disampaikan juga bahwa Kementerian Kominfo senantiasa tegas dan konsisten terhadap ketentuan yang berlaku namun juga mempertimbangkan dan mengutamakan kepentingan pelanggan agar tidak dirugikan dengan adanya pengakhiran tersebut. Karena pengakhiran itu akan berdampak terhadap pelanggan yang tidak dapat lagi menggunakan layanan telekomunikasi PT Internux dan PT. First Media, Tbk.
“Oleh karena itu, sejak tanggal 19 November 2018, Kementerian Kominfo telah melarang kedua operator telekomunikasi tersebut untuk menambah pelanggan baru dan meminta menghentikan aktivitas top up paket atau kuota data. Penundaan keputusan pengakhiran penggunaan frekuensi 2.3 GHz ini dimaksudkan agar Kementerian Kominfo dapat memantau perkembangan kondisi pelanggan operator telekomunikasi PT Internux dan PT. First Media, Tbk. serta meminimalisir dampak dari kerugian pelanggan,” urainya.
Dijelaskan, berdasarkan pantauan Kementerian Kominfo pada tanggal 20 November 2018 terdapat 10.169 pelanggan aktif yang nilai kuota datanya di atas Rp 100 ribu dari kedua operator telekomunikasi itu. Kemudian ketika dipantau pada tgl 25 Desember 2018 hanya tinggal tersisa 5.056 pelanggan aktif yang kuota datanya melebihi nilai Rp 100 ribu. Kondisi itu menunjukkan adanya penurunan signifikan, sehingga hari ini merupakan saat yang tepat untuk mengakhiri penggunaan spektrum frekuensi 2.3 GHz untuk meminimalisir dampak kerugian bagi pelanggan kedua operator.
Secara khusus, Kementerian Kominfo meminta kepada operator telekomunikasi tersebut untuk menindaklanjuti tata cara pengembalian pulsa dan kuota milik pelanggan serta hak-hak pelanggan lainnya yang sekiranya masih ada di kedua operator. Terhadap proses pengembalian pulsa dan hak-hak pelanggan ini, Kementerian Kominfo bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia akan terus memonitor proses tersebut.