Search
Kamis 12 September 2024
  • :
  • :

Industri Telekomunikasi Hadapi Krisis Frekuensi Sekaligus Krisis Hukum

MAJALAH ICT – Jakarta. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia, begitu cepat dan tersebar dari Sabang sampai Merauke. Era pita lebar (broadband) kita masuki, dan akan makin tinggi kebutuhan kecepatan yang diinginkan pengguna.

Sehingga, karena ukuran aplikasi yang kian besar, pengguna yang banyak, dan kebutuhan kecepatan akses yang meningkat, frekuensi merupakan sumber daya yang begitu dibutuhkan. Namun, dalam perjalanannya frekuensi begitu sulit didapat dan bersifat ekslusif.

Kebutuhan frekuensi yang cukup besar, yang mncapai 150 MHz sampai 2016 merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan. Solusi sementara adalah penggabungan frekuensi (frequency pooling) atau infrastructure sharing. Pemanfaatan frekuensi yang digabungkan akan membuat optimalnya jaringan dan pemanfaatan frekuensi, serta mengurangi biaya capital expenditure (capex) maupun operational expenditure (Opex). Yang tadinya, misalnya, masing-masing 10 MHz, setelah digabungkan, 20 MHz dapat dipakai dua operator.

""Frekuensi merupakan sumber daya yang terbatas, sedangkan kebutuhan frekuensi selalu bertambah setiap tahun. Saat ini alokasi frekuensi yang efektif di Indonesia hanya sebesar 425 MHz, bandingkan dengan Australia ada 800 MHz, sedangkan AS butuh 500 MHz lagi pada 2020.

Seiring dengan banyaknya operator, optimalisasi frekuensi mendesak dilakukan, bisa melalui upgrade teknologi maupun network sharing dengan tetap mengedepankan persaingan dan kualitas layanan.

Manfaat network sharing adalah membuat kecepatan data meningkat, mengurangi pengeluaran, dan peningkatan pemanfaatan aset, meski tidak semuanya bisa di pakai bersama karena dikhawatirkan operator tidak membangun jaringan baru.

Dibutuhkan regulasi yang fleksibel, terutama perubahan Pasal 25 PP No. 53/2000 yang mengungkapkan frekuensi tidak bisa dialihkan tanpa persetujuan Menteri. Di Malaysia, sudah dibolehkan spectrum sharing, dimana tidak harus nasional, tapi bisa regional.

Solusi lainnya adalah konsolidasi penyelenggara, konsolidasi sumber daya, frekuensi pooling, dan infrastructure sharing. Namun, terkadang sektor lain, terutama hukum, belum begitu memahami konsep infrastruktur dan frekuensi di telekomunikasi.

Industri ini dibuat pusing oleh pihak Kejaksaan dimana hal yang umum terjadi dalam pemanfaatan spektrum frekuensi, namun kemudian dibawa ke ranah hukum. (ICT) Twitter: @arifpitoyo

Tulisan ini dan informasi-informasi mengenai perkembangan ICT Indonesia lainnya dapat dibaca di Majalah ICT Edisi No. 9-2013 di sini