MAJALAH ICT – Jakarta. Upaya pemerintah meminta pendapat operator lain dalam kaitan rencana merger XL Axiata dan AXIS Telekom Indonesia membuat regulator sendiri sekarang dalam posisi yang sulit dan jadi bumerang. Pasalnya, strategi baru yang dijalankan pemerintah ini, ternyata dimanfaatkan operator yang tidak merger dan mengeluarkan uang untuk membeli operator lain yang merugi, dengan justru meminta frekuensi tambahan dari pemerintan yang diharapkan mengambil sejumlah frekuensi dari merger XL-AXIS tersebut.
Operator yang terakhir meminta adalah Hutchison 3 Indonesia (Tri). Mengikuti jejak Telkomsel yang meminta 10 MHz dari frekuensi merger XL-AXIS, Tri juga meminta jumlah frekuensi yang sama dari pemerintah, sebesar 10 MHz. Adapun frekuensi yang diminta dikabarkan di rentang frekuensi 1.800 MHz. Keinginan Tri untuk menambah pundi-pundi frekuensi diungkapkan Anggota BRTI Nonot Harsono, yang mengatakan bahwa Tri sudah mengirimkan surat permintaan tambahan frekuensi tersebut.
Selain Tri, Indosat juga telah menyatakan minatnya mengambil frekuensi limpahan merger XL-AXIS. Minat Indosat itu disampaikan Fadzri Sentosa, Direktur Infrastruktur dan Wholesale Indosat. Menurutnya, Indosat saat ini sangat membutuhkan pita frekuensi untuk kelancaran bisnisnya, terutama untuk layanan data. "Tentu minat, terutama yang 3G," ungkapnya. Meski berminat di rentang frekuensi 3G 2,1 GHz, Indosat juga tidak menampik frekuensi jika pemerintah kemudian mengambil frekuensi perkawinan Xl-AXIS di 1800 MHz. "Pokoknya, kami butuh frekuensi," tandasnya.
Telkomsel juga menyatakan secara tegas permintaan penambahan frekuensi. Menurut Endi P. Muharram, VP Regulatory Management Telkomsel, pihaknya menyarankan pemerintah untuk menggunakan momentum ini untuk melakukan rebalancing frekuensi dengan menghitung ulang kebutuhan frekuensi baik eksisting maupun ke depan. Dan Telkomsel pun kemudian mengajukan tambahan 10 Mhz di pita 1800Mhz.
"Sesuai ketentuan, spektrum harus kembali ke pemerintah. Saat pemerintah me-redistrubusi inilah menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan rebalancing spectrum dengan mengedepankan keseimbangan indutri yang memberi manfaat secara maksimal untuk negara," harap Endi.
Menanggapi hal tersebut, Nonot Harsono secara tegas mengatakan bahwa konsolidasi XL-AXIS tidak perlu mengembalikan frekuensi yang selama ini dialokasikan. "Tidak ada pasal yang menyebutkan untuk mengembalikan frekuensi yang mereka miliki ke pemerintah. Yang ada hanya, pemerintah berwenang untuk menata kembali pembagian spektrumnya agar tetap seimbang dan adil," ungkapnya.
Mengenai permintaah Telkomsel kepada pemerintah untuk mengalokasikan 10 MHz frekuensi dari hasil merger XL-AXIS untuk Telkomsel, menurut Nonot hal itu terlalu berlebihan. Kata Nonot, sikap berlebihan itu maksudnya, XL yang menanggung hutang Axis, namun setelah proses merger malah harus kehilangan epemilikan frekuensi yang dibutuhkannya.
"Lebih bagus jika Telkomsel menawarkan XL untuk membantu pembayaran hutang Axis sebesar Rp 9 trilyun dengan pengalihan hak penggunaan frekuensi sebesar 10 MHz di jaringan 1.800 MHz. Selain itu, Telkomsel kan sudah memiliki 22,5 MHz di jaringan 1.800 MHz, agak berlebihan kalau pemerintah masih memberi frekuensi dari Axis di situ," tandasnya.