MAJALAH ICT – Jakarta. Untuk mewujudkan Pemerintah yang Terbuka, bukan hanya membutuhkan perubahan karakter, perubahan mentalitas atau perubahan pola pikir mindset di kalangan birokrasi pemerintahan dan badan-badan publik. Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo pada Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di Istana Negara, Selasa 15 Desember 2015.
“Namun memerlukan reformasi sistem dan pola kerja, terutama dengan menerapkan sistem pemerintahan elektronik atau e-government mulai dari E-budgeting, E-procurement, E-audit, E-catalog, sampai cash flow management system dan banyak lagi yang lain-lainnya,” kata Jokowi.
Dengan menggunakan teknologi informasi, kata Presiden, Pemerintah menyediakan berbagai informasi aktual mengenai kebijakan-kebijakan yang akan dan sudah dibuatnya secara cepat. “Dalam sistem pemerintahan elektronik, rakyat akan bisa mengakses dokumen-dokumen pemerintah dan semua hal bisa dilihat secara transparan, termasuk soal anggaran publik,” ucap Presiden.
Saat ini, lanjut Presiden, kita berada dalam era baru dimana pola hubungan pemerintah dengan masyarakat sudah berubah. Rakyat menginginkan transparansi, menginginkan keterbukaan informasi publik. Rakyat juga menginginkan agar pemerintah dan masyarakat yang interaktif, yang dialogis. “Rakyat menginginkan pemerintah yang responsif, yang cepat merespon keluhan-keluhan yang disampaikan oleh masyarakat,” ujar Presiden.
Untuk itu, Pemerintah di semua tingkat mulai dari Pusat sampai ke daerah, BUMN, perguruan tinggi dan institusi-institusi lainnya harus segera berubah. ”Berubah ke arah pemerintah yang terbuka atau open government,” ucap Presiden.
Pemerintah Terbuka Dorong Partisipasi Rakyat
Dalam pandangan Presiden, hanya dengan Pemerintah Terbuka kita akan mampu mendorong partisipasi rakyat untuk terlibat dari proses pengambilan kebijakan publik sampai dengan membuka ruang yang lebih lebar bagi pengawasan-pengawasan publik. ”Hanya dengan mengadopsi prinsip Pemerintah Terbuka, Pemerintah di semua tingkatan akan bisa membangun legitimasi, membangun memperkuat kepercayaan publik,” ujar Presiden.
Sistem pemerintahan elektronik memungkinkan rakyat untuk berinteraksi dengan badan-badan publik dengan cara elektronik pula. Komunikasi dan konsultasi publik bisa dilakukan secara sistematik melalui kanal-kanal media komunikasi virtual.
Demikian pula interaksi dengan rakyat bisa dilakukan tanpa harus terhalang oleh jarak dan dengan rentang waktu yang lebih cepat. ”Rakyat bisa menyampaikan input, kritik maupun keluhannnya terhadap pelayanan publik secara langsung dengan menggunakan teknologi informasi, seperti Call Center, SMS, E-Mail, teitter, facebook. Informasi seperti itu yang saya gunakan untuk membuat kebijakan,” ujar Presiden.
Dan sebaliknya, respon dari Badan Publik juga bisa dilakukan dengan lebih cepat dan bisa dimonitor secara terbuka. Kepada Badan-badan publik yang belum membangun sistem elektronik, Presiden menganjurkan untuk mulai menggunakan teknologi informasi sebagai media berinteraksi dengan rakyat maupun BUMN berinteraksi dengan konsumennya. “Perbaiki terus prosesnya hingga rakyat memang benar-benar bisa merasakan Negara sudah hadir untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mereka,” ujar Presiden.
Namun begitu, ajakan Presiden nampaknya masih sebatas ajakan dan bahkan janji saat berkampanye tahun lalu saja. Proses e-government mulai dari E-budgeting, E-procurement, E-audit, E-catalog, yang dijanjikan hanya akan dapat diwujudkan dalam waktu dua minggu, belum terlihat implementasinya secara nasional di seluruh layanan pemerintahan.