MAJALAH ICT – Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Informatika memang sudah memberikan persetujuan untuk XL Axiata dan AXIS melakukan merger atau akuisisi. Namun, kaitan terhadap persetujuan, yang berupa kajian teknis dampak merger, hingga kini belum tuntas. Padahal, dijanjikan Agustua lalu ada keputusan rinci pemerintah mengenai rencana ini. Di sisi lain, sesuai dengan keikhlasan XL melepas 1 blok di 3G, jika diminta pemerintah, Indosat siap menampung limpahan frekuensi tersebut.
Namun begitu, seperti dikatakan Divison Head Network Quality Assurance Indosat Jeremiah Ratadhi, Indosat merasa pelru mengetahui lebih dulu blok mana yang akan dilepas. "Jika bicara frekuensi siapa yang tidak mau. Tetapi ada beberapa hal yang harus dimatangkan dan jelas lebih dulu. Misalnya, blok mana yang akan mereka lepas nantinya,” ujarnya.
Berlarutnya kajian teknis merger XL-AXIS juga menjadi pertanyaan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute. Menurut pengamat telekomunikasi ini saat acara Diskusi Terbuka "Merger dan Akuisi di Sektor Telekomunikasi" yang diadakan ICTL beberapa waktu lalu, merger atau akuisisi bukan hal baru di industri telekomunikasi, sehingga preseden yang sudah ada dapat dijadikan acuan pengambilan kebijakan. "Merger atau akuisisi bukan barang baru. Satelindo diambil Indosat, semua frekuensi Satelindo menjadi milik Indonesia, termasuk kode akses SLI 008," contoh Heru.
Ditambahkannya, antara SmartFren dan Smart Telecom juga terjadi konsolidasi, begitu juga Bakrie Telecom dengan Sampoerna Telekom Indonesia dan REJA. "Dari konsolidasi tersebut, tidak ada yang diambil frekuensi atau nomornya. Dan terakhir adalah pembelian 80% saham Telkom Vision oleh CT Corp. Ini juga tidak masalah, meski Telkom Vision mengelola sekitar 200 MHz frekuensi," jelasnya.