MAJALAH ICT – Jakarta. Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin bertemu dengan Elon Musk untuk menjajaki kemungkinan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Starlink, jaringan satelit milik Elon Musk, untuk menyediakan akses internet di Puskesmas yang terletak di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Ini merupakan upaya kami untuk memastikan layanan kesehatan yang setara dan merata di tanah air. Puskesmas sebagai garda terdepan untuk menciptakan masyarakat yang sehat harus dipastikan infrastrukturnya memadai,” jelas Menkes Budi disela kunjungan kerjanya ke Amerika Serikat.
Saat ini dari 10 ribu lebih Puskesmas yang ada, masih ada sekitar 2.200 Puskesmas dengan 11.100 Puskesmas Pembantu yang belum memiliki akses internet.
Peningkatan konektivitas internet dapat membuka akses yang lebih baik ke layanan kesehatan, dan akses komunikasi antar daerah akan lebih mudah sehingga pelaporan dari fasilitas pelayanan kesehatan bisa real time. Aktivitas ini juga mendukung agenda digitalisasi transformasi kesehatan Indonesia.
“Dengan adanya akses internet, konsultasi layanan kesehatan dapat dilakukan secara online. Peningkatan kemampuan tenaga kesehatan lewat pelatihan jarak jauh juga bisa dilakukan,” jelas Menkes Budi.
Starlink adalah nama jaringan satelit yang dikembangkan oleh perusahaan Spaceflight Swasta SpaceX untuk menyediakan internet murah ke lokasi terpencil. Starlink adalah satelit pertama dan terbesar di dunia dengan konstelasi menggunakan orbit bumi yang rendah untuk menghadirkan internet broadband yang mampu mendukung aktivitas online.
Saat ini, fasilitas layanan kesehatan di Filipina, Rwanda, Mozambik, dan Nigeria juga telah menggunakan Starlink.
Langkah Menkes cukup mengherankan. Paslanya, Satelit Republik Indonesia (SATRIA)-1 telah resmi diluncurkan dari Cape Canaveral Space Force Station, Orlando, Florida Amerika Serikat pada hari 19 Junilalu.
Saat peluncuran, Kepala Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika, Hary Budiarto menyampaikan konektivitas digital untuk negara kepulauan seperti Indonesia mempunyai tantangan tersendiri. Menurutnya, penggelaran teknologi fiber optik untuk memenuhi bandwith wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) serta lokasi-lokasi layanan publik tidak selamanya feasible dilakukan di negara kepulauan. Seperti di Indonesia yang memiliki sekitar 17.000 pulau. Hal itu terutama dari aspek teknis, waktu, dan biaya.
“Sehingga teknologi satelit adalah solusi dalam menginklusikan masyarakat dalam digitalisasi, terutama dalam kepentingan edukasi dan ekonomi digital,” ucap Hary dalam peluncuran Satelit Satria-1. Hary mengingatkan, peluncuran satelit Satria-1 merupakan langkah awal untuk melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Koordinasi dan kolaborasi antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terbilang penting.
Mulai dari pengoperasian dan pemeliharaan remote terminal, penyediaan konten yang mendidik. Serta tata kelola yang akuntabel dalam pelaksanaan proyek KPBU ini di masa konsesi selama 15 tahun ke depan harus terus menjadi perhatian bersama.
Kementerian Kominfo berharap kehadiran satelit Satria-1 akan mempercepat inklusivitas ekonomi digital, literasi digital, dan munculnya talenta-talenta digital, terutama mereka yang bertempat tinggal di daerah 3T.