Search
Sabtu 15 Februari 2025
  • :
  • :

Kaleidoskop ICT – April 2013: BPPT Kembangkan E-Voting untuk Pemilu dan Pilkada

MAJALAH ICT – Jakarta. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mulai memperkenalkan pemilihan secara elektronik (e-voting). Sistem ini diharapkan dapat diterapkan pada Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) guna menggantikan sistem pemilihan konvensional yang telah dilaksanakan selama bertahun-tahun.

Kepala Program E-Voting Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Andrari Grahitandaru memaparkan , e-voting bisa dimulai dari tahap pemilihan yang paling sempit. Dalam konteks ini, e-voting bisa dimulai dari tahapan pemilihan kepala desa. "Jadi dimulai dari pemilihan kepala desa, pilkada, baru pemilu nasional. Jadi pilkada kepala desa saja sudah lumayan melakukan pendidikan demokrasi kepada masyarakat," ujar Andrari dalam seminar Cides Indonesia "E-Voting solusi alternatif Konsep Pemilu Hemat biaya, seberapa efektifkah" yang berlangsung di Habibie Center.

Menurut Andrari, kalau saja setiap kabupaten itu melakukan pemilihan kepala desa melalui e-voting, Andrari, itu sungguh luar biasa dan menghasilkan kepala desa yang jujur dan benar. "Ini karena, sistem e-voting meminimalisasi intervensi untuk melakukan perubahan dalam perolehan suara. Contohnya Boyolali  setahun sebelumnya bupatinya mencanangkan lima desa dengan menggunakan e-voting,” ungkapnya.

Namun begitu, sistem baru ini masih diperdebatkan. Menurut Pakar teknologi Muhammad Rudi Wahyono, sistem e-voting ini memiliki beberapa kelebihan, seperti perhitungan dan tabulasi suara lebih cepat sehingga tidak memerlukan prosedur perhitungan yang melelahkan. Selain itu, e-voting juga berguna mencegah terjadinya kecurangan di TPS maupun saat pengiriman dari TPS ke kecamatan serta penghematan biaya melalui pemilihan dengan pemanfaatan layanan internet dengan jangkauan yang luas dengan biaya logistik yang lebih sedikit. "Dengan sistem ini kan tidak perlu mencetak surat suara kertas dan lain-lain, sehingga lebih hemat," kata Wahyoni.

Sementara itu, Sumarno, peneliti dari The Habibie Center mengatakan, untuk implementasi e-voting, biaya pengadaan alat mahal, serta rentan mengalami  kerusakan untuk digunakan pada pemilu berikutnya. "Begitu juga dengan  keterbatasan sumber daya manusia untuk menjalankan sistem ini baik secara kualitas maupun kuantitas khususnya di daerah dimana pemahaman teknologi informasi masyarakat yang masih rendah," katanya.

Yang juga dikhawatirkan adalah kesulitan dalam melakukan pengawasan dan pemantauan secara langsung sehingga kurang partisipasi masyarakat sebagai saksi, pengawasan dan pemantau. Dengan sistem ini, jelasnya, akan sangat bergantung pada kualitas jaringan komputer. 

Peneliti LIPI Indria Samego mengatakan penggunaan sistem e-voting yang dapat menghemat biaya dan mempercepat proses perhitungan tersebut, dianggap tidak memiliki landasan yang kuat.

Pasalnya, substansi pemilu adalah keseriusan penyelenggara dalam menyelegarakan pemilu. Ini karena hasil pemilu akan berpengaruh pada masa depan bangsa. Jadi, lanjutnya, permasalahan pemilu bukan pada murah atau mahalnya biaya, tapi lebih kepada keseriusan penyelenggaraan.

Di Indonesia pemakaian e-voting ini mulai diperkenalkan oleh BPPT sejak beberapa waktu lalu. Perangkat ini bisa digunakan pada Pemilu Nasional, juga bisa dipakai untuk berbagai pemilihan seperti Pilkada hingga pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Sebelum merancang perangkat ini, BBPT telah mengkaji berbagai pengalaman kegagalan e-voting seperti yang pernah terjadi di beberapa negara seperti di Irlandia atau India, yang perangkatnya tidak dilengkapi oleh sistem verifikasi.

Namun begitu, e-voting bisa juga gagal. Seperti terjadi saat  online voting di AS pada Oktober 2010 lalu. Di mana, para pejabat di Washington, D.C mendirikan sebuah sistem berbasis internet untuk pemilihan luar negeri yang akan memberikan suara mereka.