Search
Sabtu 5 Oktober 2024
  • :
  • :

Kaleidoskop ICT Juli 2015: Mahalnya Tarif Interkoneksi Hambat Kompetisi dan Inefisiensi Industri

MAJALAH ICT – Jakarta. Indonesia Telecommunications Users Group (IDTUG) sebagai  Kelompok Masyarakat Pengguna Jasa & Sarana Telekomunikasi Indonesia, menilai bahwa tarif interkoneksi yang ada sekarang ini sangat mahal. Dengan mahalnya tarif interkoneksi, maka hal itu akan menghambat kompetisi dan terjadi inefisiensi industri.

Dalam siara pers yang disampaikan Ketua Umum IDTUG Nurul Yakin Setyabudi dan Sekjen Muhammad Jumadi, lembaga yang melakukan kegiatan yang berkait dengan advokasi Pengguna Telekomunikasi, yang berafiliasi dengan International Telecommunications Users Group (INTUG) www.intug.org, yang berpusat di Brussels, Belgia ini, posisi interkoneksi amat sangat penting di era kompetisi industri telekomunikasi yang kian ketat.

"Tarif interkoneksi di Indonesia saat ini sangat mahal. Berdasarkan penelusuran IDTUG, biaya terminasi lokal antar seluler adalah sebesar Rp. 250 per menit, sedangkan biaya terminasi jarak jauh sebesar Rp. 452 per menit. Hal ini jelas tidak masuk akal jika dibandingkan dengan tarif on-net operator. Padahal, interkoneksi sudah pasti menggunakan jaringan yang lebih sedikit dibandingkan on-net karena operator hanya perlu mengantarkan panggilan dari titik bertemunya interkoneksi antar operator sampai ke nomor yang dipanggil, sedangkan untuk panggilan on-net dari nomor pemanggil sampai nomor penerima panggilan," terang Nurul.

Ditegaskannya, mahalnya tarif interkoneksi antar operator pada akhirnya sangat membebani pengguna karena beban interkoneksi akan ditanggung oleh pengguna melalui tarif off-net yang mahal. "Mahalnya tarif off-net dan murahnya tarif on-net menyebabkan tingginya churn rate di masing-masing operator, belum lagi ketidakefisienan dari pengguna karena pengguna akan cenderung menggunakan lebih dari satu nomor handphone. Ini juga mengakibatkan tidak efisiennya penggunaan nomor, padahal kita tahu nomor adalah resources yang terbatas," katanya.

Sementara itu, Muhammad Jumadi mengatakan, "Kami berharap, apabila biaya interkoneksi bisa lebih murah, akan menjadi “domino effect” ke semua sendi kehidupan. Efisiensi akan terjadi dimana-mana seperti berkurangnya penggunaaan nomor handphone lebih dari satu dan menurunnya churn rate pada masing-masing operator. Jika operator dapat lebih efisien, maka diharapkan juga akan dapat mempercepat pemerataan pembangunan fasilitas telekomunikasi sehingga pilihan bagi pengguna akan semakin beragam."

Dijelaskan Jumadi, perbedaan tarif On-Nett dan tarif Off-Net Operator juga merupakan masalah tersendiri. "Tarif off-net operator bisa lebih dari 15 kali lebih mahal dibandingkan tarif on-net. Hal tersebut tentunya mengakibatkan pelanggan menggunakan banyak nomor dari berbagai operator untuk menghindari tarif offnet yang mahal, in-efisiensi industri (churn rate tinggi) karena promosi yang tidak rasional, jor-joran di on-net dan sangat mahal di off-net, kompetisi di tarif off-net tidak lagi berfungsi karena operator besar tidak mau berubah dan operator kecil tidak berani memulai untuk melakukan penurunan harga off-net, apalagi hal ini juga terkait dengan biaya interkoneksi di Indonesia yang masih mahal," jelasnya.

Karena itu, IDTUG meminta pemerintah dalam hal ini kominfo untuk segera melakukan review terhadap tarif interkoneksi agar in-efisiensi ini bisa dikurangi dan tarif off-net bisa turun sehingga masyarakat pengguna mendapatkan layanan yang baik dan memadai dengan harga yang terjangkau.

"Diharapkan regulasi yang baru nantinya akan menjadikan tonggak sejarah baru dalam tarif telekomunikasi di Indonesia, yaitu tarif off-net turun sehingga pelanggan akan menikmati tarif yang lebih murah, beban industri turun karena biaya interkoneksi saat ini terlalu mahal dibanding biaya yang sesungguhnya (terbukti dari tarif on-net masing-masing operator jauh lebih rendah dibandingkan biaya interkoneksi). Sementara keuntungan buat pengguna dan industri penguna tidak perlu menggunakan banyak nomor untuk menghindari tarif off-net yg mahal, churn-rate dapat dikurangi, industri menjadi lebih sehat dan subsidi silang dari pendapatan off-net ke pendapatan on-net berkurang," harap Jumadi.