MAJALAH ICT – Jakarta. Majelis Hakim yang diketuai Arief Hidayat menolak seluruhnya gugatan yang diajukan Asosiasi Pengelola Jasa Internet Indonesia (APJII) yang berkedudukan hukum di Gedung Cyber Lantai II, Jalan Kuningan Barat No. 8, Jakarta Selatan. APJII yang diwakili Ketua APJII Semuel Abrijani Pangerapan, Atmaji Sapto Anggoro dan Ahmad Suwandi Idris, menggugat agar Mahkamah Konstitusi menguji Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) dan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak serta Pasal 16 ayat (2) dan (3), Paal 26 ayat (2) dan Pasal 34 ayat (3) dari Undang-Undang Telekomunikasi No. 36 tahun 1999.
"Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," demikian dibacakan Arief Hidayat dalam sidang di MK. MK menilai pengajuan uji materi itu tidak beralasan menurut hukum.
Gugatan yang diajukan APJII didasarkan pada anggapan bahwa penyedia layanan komunikasi berbasis internet dirampok dengan kedok PNBP. Apalagi, PNBP yang harus meliputi antara lain Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) frekuensi, telekomunikasi, jasa telekomunikasi, dan konten.
APJII menilai rumusan tarif BHP yang dikenakan ke penyelenggara jasa telekomunikasi tak adil sebab dihitung sebesar 1% dari pendapatan kotor perusahaan. Padahal, pajak lain seperti pajak pendapatan diambil berdasarkan keuntungan perusahaan.
Kekalahan APJII nampaknya memang sudah diprediksi. Apalagi, PNBP sudah hampir 20 ahun diterapkan di industri telekomunikasi, termasuk juga untuk layanan di lembaga atau Kementerian lainnya.
Tidak mengherankan jika APJII sebagai pemohon judicial review mengaku tak masalah bahwa gugatannya ditolak MK. "Target kami sejak awal sebenarnya UU PNBP harus diubah. Terbukti sekarang sudah masuk program legislasi nasional," kata Ketua APJII Semuel Pangerapan, santai.