MAJALAH ICT – Jakarta. Pemerintah makin serius menggarap pajak atau karena bukan dipungut Ditjen pajak lebih tepatnya disebut dengan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), dari penomoran. Hal itu tercermin dari pembahasan mengenai yang kian intensif antara pemerintah dan operator.
Dari informasi yang disampaikan sumber Majalah ICT, alokasi penomoran akan dikenakan biaya tergantung pada jumlah nomor yang dialokasikan ke operator telekomunikasi. "Disebutkan angka Rp. 1.000/nomor," kata sumber. Hanya saja, sekilas memang tidak terlalu besar Rp.1.000/nomor namun faktor pengalilah yang akan menjadikannya besar.
Saat ini, menurut catatan Indonesia ICT Institute, nomor yang digunakan orang Indonesia mencapai 265 juta nomor. Dan untuk mengakuisisi pengguna baru, biasanya operator melepas nomor ke pasar hingga 8x nya. Misalnya, operator mengharap ada penambahan 1 juta pengguna baru, maka nomor yang harus dilepas ke pasar adalah 8 juta nomor. Angka ini demikian besar karena tidak semua nomor diminati pengguna, kemudian nomor harus disebar ke seluruh wilayah dimana jaringan operator tersebut sudah tersedia.
Hanya saja, wacana mengenakan pajak dari nomor yang disebutkan mengemuka dalam dokumen rancangan undang-undang telekomunikasi, menurut sumber, tidakalh tepat. Aturan ini akan ditetapkan dalam PP PNPB Kementerian Kominfo dan tentunya dalam PM mengenai sebagai pelaksanaan teknis dari ketentuan tersebut.
Menanggapi wacana tersebut, Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Setyanto P. Santosa menilai penerapan BHP bagi blok nomor tak tepat. "Bahkan diharapkannya, pemerintah menghapus wacana tersebut mengingat operator telekomunikasi sudah mendapat banyak pungutan di luar pajak yakni, BHP Jasa Telekomunikasi (Jastel) dan Universal Service Obligation (USO). Masing-masing ditetapkan 0,5% hingga 1,25% dari pendapatan kontor bisnis operator," tanggapnya.
Sementara itu, analis telekomunikasi dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi melihat, industri telekomunikasi saat ini sedang menghadapi cobaan berat, dimana mayoritas dalam posisi merugi, sehingga jangan ditambahkan beban bahkan harusnya diberikan insentif.
Menurut Heru, muara pembebanan BHP Penomoran akan ke masyarakat. "Kalau dirasa nomor tidak efisien, dievaluasi saja rasio nomor yang dialokasikan dengan jumlah pengguna. Yang tidak efisien diminta dikembalikan. Begitu tiap tahun dilakukan," katanya.