MAJALAH ICT – Jakarta. Keberadaan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang selama ini mewarnai industri telekomunikasi sebagai pengatur, pengawas dan pengendali nampaknya hanya tinggal menunggu waktu saja. Pasalnya dikabarkan, dalam dokumen Rancangan Revisi Undang-Undang Telekomunikasi keberadaan lembaga yang telah berhasil menurunkan tarif telekomunikasi dari termahal di dunia sampai pernah termurah di dunia.
Dalam rancangan RUU yang tidak akan lama lama masuk ke DPR, keberadaan lembaga ini tidak ada lagi. Meski saat RUU ini dikonsultasikan ke publik 3 tahun lalu, lembaga BRTI secara terang-terangan dimunculkan dalam draft dengan wewenang yang sangat kuat. Namun, ketika RUU ini dikomunikasi kepada publik beberapa waktu lalu, tidak ada pembahasan atau ketentuan yang bicara mengenai BRTI.
Hilangnya BRTI dari Draft Revisi UU Telekomunikasi tidak ditampik oleh Anggota BRTI Nonot Harsono. Dijelaskan Nonot, hal itu karena struktur BRTI tidak begitu seperti struktur lembaga lain dalam pemerintahan atau lembaga negara. "Alasannya karena Badan yang tersusun dari dua Direktorat Jenderal tidak dikenal," kata Nonot.
Sebagaimana struktur BRTI baru mengikuti perubahan struktur di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sehingga, sejak 2011, kepemimpinan BRTI, sebagai Ketua adalah Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Infromatika, sementara Wakil Ketua adalah Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika. BRTI sendiri terdiri dari Ditjen PPI, Ditjen SDPPI dan Komite Regulasi Telekomunikasi (KRT). KRT Terdiri dari unsur pemerintah sebanyak 3 orang dan unsur masyarakat 6 orang. "Struktur ini yang tidak dikenal dalam organisasi pemerintah," tambah Nonot.
Dengan akan hilangnya BRTI, maka Menteri akan jadi penguasan tunggal industri ini sebagai pengambil kebijakan, pengatur, pengawas dan pengendali sektor telekomunikasi. Namun begitu, perjalan RUU ini masih panjang. Apalagi belum sampai masuk ke DPR untuk dibahas bersama dengan Komisi I DPR.