MAJALAH ICT – Jakarta. Pakar Teknologi Informasi Onno W. Purbo menegaskan bahwa balon Google yang merupakan proyek yang dikembangkan Google dan telah resmi menggandeng tiga operator telekokunikasi utama Indonesia, tidak cocok untuk wilayah Indonesia. Menurut Onno akan begitu kendala dan persoalan dalam pemanfaatan teknologi yang akan diujicobakan Telkomsel, Indosat dan XL Axiata ini.
Dijelaskan Onno, secara teknis akan sulit bagi balon-balon internet dari Google untuk memberikan akses yang maksimal karena berada di ketinggian di atas 10 Km, yang menurut keterangan Google sendiri akan ditempatkan pada ketinggian 20 km. “Ketinggian 10 km itu lumayan jauh. Harus pakai antena yang arah ke atas, sedangkan antena yang ada rata-rata buat terrestrial bukan space,” katanya.
Karena itu, Onno amat sangat menyayangkan langkah pemerintah yang untuk menggandeng Google bekerja sama dengan operator telekomunikasi. Apalagi, kata Onno, standar dari BTS milik GSM hanya bisa menangani maksimal 7 concurrent call/channel. "Misal di Papua, mau diterbangin berapa balon jika mau kecepatan setara 4G. Kalau balon banyak diterbangin, gimana mengintrolnya," sesal Onno.
Padahal, di sisi lain, kata Onno, teknologi OpenBTS sudah beroperasi lebih dari dua tahun di Papua. “OpenBTS yang di Papua sudah menjadi contoh di dunia sebagai yang terlama operasional di dunia. Kementerian Kominfo ini kadang tidak mengerti tekni-nya, namun lebih banyak meributkan masalah regulasi," pungkas Onno.
Sebagaimana diketahui, setelah pertama kali diluncurkan pada bulan Juni 2013 di Selandia Baru, proyek balon Internet gagasan Google, Project Loon, akan melakukan uji coba teknis di Indonesia dengan Telkomsel sebagai salah satu operator penyedia jaringan. Uji coba balon Internet ini rencananya akan dilakukan menggunakan frekuensi 900 MHz milik Telkomsel, dan berlangsung selama satu tahun di 2016, di lima titik di atas Sumatera, Kalimantan dan Papua Timur.
Project Loon adalah proyek gagasan Google yang bertujuan untuk menyediakan layanan Internet bagi masyarakat di seluruh dunia, yang menjangkau hingga mereka yang tinggal di daerah yang sulit dijangkau sekalipun. "BTS terbang" ini akan melayang pada ketinggian 20 km di atas permukaan bumi, dan memiliki cakupan jaringan LTE yang luas. Metode ini diharapkan dapat mengatasi tantangan yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur jaringan di daratan seperti hutan dan pegunungan.