MAJALAH ICT – Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang mematangkan Naskah Akademik dan Draf Rancangan tentang Tata Cara Intersepsi (RUU TCI). Untuk memastikan muatan materi RUU TCI, telah disusun oleh Tim Antar Kementerian agar sinkron dengan peraturan perundang-undangan.
Dari pertemuan yang dilakukan yang dipimpin Dirjen Aptika Bambang Heru Cahyono, serta dihadiri perwakilan dari Antar Kementerian seperti Kemkum HAM, BIN ,BPHN ,Bareskim POLRI, KPK, ID SIRTI, dan juga oeprator telekomunikasi dari Telkomsel, Indosat, Telkom, dan XL Axiata didapat hasil bahwa RUU TCI harus dapat mengakomodir perkembangan teknologi terkini, seperti teknologi kompresi data melalui aplikasi (seperti WA, Line, dll) yang mengakibatkan proses penyadapan akan menjadi lebih sulit dilakukan.
RUU TCI akan mengatur mengenai tata cara, dan yang diatur juga ketentuan mengenai waste management. Sementara materi dalam RUU TCI akan diatur dalam RUU KUHAP (pengaturan umum seperti proses penyitaan, penahanan).
"Dasar pembentukan RUU TCI adalah berdasarkan Putusan MK, Tata cara intersepsi harus dalam bentuk undang-undang. Harus dilakukan koordinasi dengan tim penyusun RUU KUHAP, sehingga terjadi sinergi dan dihindari tumpang tindih pengaturan kebutuhan dilapangan," tulis laman Kominfo.
Persoalan RUU TCI, diungkapkan adalah bahwa RUU TCI ini tidak masuk longlist prolegnas (2014-2019) dan tidak mungkin masuk dalam kumulatif terbuka. "Pilihan pertama (usulan dimasukkan dalam prakarsa DPR) dititipkan dalam pembahasan RUU KUHAP inisiatif DPR. Pilihan kedua Usulan pemerintah (kondisi tertentu) harus mendapatkan izin prakarsa dari Presiden. Yang sangat substansial dari RUU TCI, manajemen penyadapan dilakukan oleh lembaga independen (PIN) dan menyangkut bagaimana bekerja sama dengan negara lain," jelasnya lagi.
Disebutkan juga, sudah ada standar perangkat penyadapan dan biaya penyadapan ditanggung oleh APH masing-masing, sedangkan PIN hanya mengelola manajemennya. PSE hanya dibebankan atas penjaminan ketersambungan sarana antarmuka (interface). "Biaya untuk pelaksanaan intersepsi dapat dibebankan kepada APBN, karena operator telekomunikasi sudah membayar," demikian kutipan dari laman Kominfo.