MAJALAH ICT – Jakarta. Keamanan informasi terhadap layanan publik semakin dibutuhkan, hal ini dikarenakan tiap detik terdapat upaya serangan siber untuk mencuri informasi dari sistem komputer. Selain itu kita juga dihadapkan pada sejumlah permasalahan sistem elektonik.
“Ketidaksesuaian sistem yang dikembangkan dengan yang dibutuhkan pengguna; ketidaksinambungan antara pengembangan sistem; ketidakmampuan sistem untuk bertukar data; rendahnya kinerja sistem dan kurangnya dukungan organisasi menjadi beberapa permasalahan sistem elektronik yang acapkali muncul.” jelas I Made Wiryana salah satu narasumber pada Seminar The 3rd Security Emergency Response (SER) Awareness and Technical "Next Generation Global Cyber Attack Readiness" di Jakarta.
Made, sebagaimana dirilis dari laman Kominfo, juga menjelaskan beberapa contoh masalah yang muncul terkait keamanan informasi diantaranya kasus vaksin palsu, dimana terjadi kekritisan informasi pada sisi supply chain; pertukaran data perindungan saksi ASEAN; serta adanya beberapa lembaga pemerintah yang meng “host” data keuangan pada layanan virtual server dan storage di pihak ke-3 kan tanpa sertifikasi dan rekomendasi; dan yang sedang ramai dibicarakan yaitu kasus Jessica terkait forensik digital.
Persoalan security sendiri ditegaskan oleh Made tidak hanya terkait hacker. Risiko keamanan terbesar adalah pada sisi pengguna. “Pengguna sadar akan adanya resiko sekuriti tapi kurang memahami bagaimana resiko itu berpengaruh. Mereka harus menyadari aspek sekuriti dari apa yang mereka lakukan,” ungkap Made.
Lebih lanjut Made menjelaskan bahwa yang sering kita lupakan adalah persoalan forensik. Forensik sendiri merupakan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menyelidiki dan menetapkan fakta-fakta di pengadilan. Pengetahuan forensic tidak hanya dibutuhkan penyidik, tapi juga oleh pengembang sistem.
Pada kesempatan yang sama Kepala Subdirektorat Penyidikan dan Penindakan, Teguh Arifiyadi laporan kasus sepanjang tahun 2011 – 2015 meliputi pornografi, perjudian, fitnah, pencemaran nama baik dan lainnya. Namun dalam lima tahun terakhir yang menjadi trend adalah kasus pencemaran nama baik. Di samping itu Teguh juga mengatakan bahwa perangkat yang paling sering digunakan oleh pelaku kejahatan siber adalah via mobile.