MAJALAH ICT – Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Informasi tidak tinggal diam dalam menangani kasus penyalahgunaan informasi di dunia maya. Demikian penegasan disampaikan Kepala Informasi dan Humas, Gatot S. Dewa Broto. Koordinasi dilakukan dalam penyidikan dan penindakan terhadap penyalahgunaan informasi tersebut.
Dijelaskan Gatot, adapun pihak yang terlibat dalam koordinasi meliputi Koordinator Pengawas (Korwas) PPNS Mabes Polri maupun Polda Metro Jaya, Kejaksaan Agung dan Kejaksaan negeri setempat, Pengadilan negeri setempat, Unit TrustPositif, Kominfo, Pengelola Nama Domain Indonesia (PANDI) dan Penyelengara Telekomunikasi. "Kementerian Kominfo melalui Direktorat Keamanan Informasi Ditjen Aplikasi Telematika, sampai dengan saat ini telah menerima 23 Laporan Kejadian (LK) yang disampaikan langsung dan ditandatangani pelapor," kata Gatot.
Selain itu juga, Kementerian Kominfo menerima laporan dan aduan melalui email cybercrimes@mail.kominfo.go.id dan sms ke nomor 087774350635. Laporan/aduan melalui email dan sms ini nantinya akan ditindaklanjuti oleh tim untuk dapat dibuatkan LK.
Dari semua laporan kejadian, kata Gatot, dugaan tindak pidana yang paling sering dilaporkan ialah mengenai akses ilegal (Pasal 30 UU ITE), perubahan data (Pasal 32 UU ITE), berita bohong yang merugikan konsumen (Pasal 28 ayat (1) UU ITE), serta konten yang melanggar kesusilaan (Pasal 27 ayat (1) UU ITE). Dalam banyak laporan, Pasal 30 UU ITE sering dibarengi dengan Pasal 32 UU ITE, maksudnya pelaku melakukan akses ilegal dan kemudian melakukan perubahan data.
Menurut Gatot, aksi kejahatan di dunia maya tersebut perlu disikapi secara cermat, sehingga kejahatan di dunia maya tersebut dapat diminimalisir. "Hal ini perlu diantisipasi karena kejahatan tadi mempunyai dampak yang bisa sangat merugikan baik secara finansial maupun secara non finansial, secara pribadi, organisasi, maupun pemerintah, dan negara. Mengingat hal tersebut, dipandang perlu untuk mengamankan informasi yang dimiliki, terutama yang mempunyai nilai strategis dan nilai kedaulatan baik yang berkaitan dengan kalangan masyarakat, pemerintah sipil, militer, dan dunia usaha. Pengamanan Informasi secara teori pada dasarnya ditujukan untuk menjamin integritas informasi, pengamanan kerahasiaan data, ketersediaan informasi, dan pemastian memenuhi peraturan, hukum dan bakuan yang berlaku," paparnya.
Dijelaskan oleh lelaki yang baru mendapat Award sebagai Jubir Pemerintah Terbaik untuk 5 tahun berturut-turut, sekalipun ancaman kejahatan di dunia siber sudah sangat nyata, tetapi tanggapan, reaksi dan kesadaran negara atas ancaman tersebut sangat beragam karena adanya perbedaan tingkat penguasaan dan pemanfaatan, ketergantungan pada teknologi informasi yang berbeda, perbedaan tersebut berakibat pula pada cara dan tingkat penanganan kasus-kasus yang terjadi.
"Terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di dunia siber. Pertama adalah pendekatan sosial budaya, dalam arti memberikan pemahaman dari sudut sosial budaya agar masyarakat memahami secara benar tentang kepedulian akan keamanan informasi khususnya fenomena dalam dunia siber yang bersifat global dan lintas batas (borderless). Kedua, pendekatan tata kelola dan teknologi keamanan informasi, yang dalam hal ini pendekatan dilakukan melalui sistem manajemen keamanan informasi serta melalui pendekatan teknologi yang cermat dan akurat serta up to date agar dapat menutup setiap lubang atau celah yang dapat digunakan untuk melakukan penyerangan-penyerangan dalam dunia siber. Ketiga, pendekatan hukum yaitu tersedianya instrumen hukum positif nasional yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi seperti UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan PP No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronika (PSTE) yang salah satunya adalah kebijakan dan regulasi di bidang keamanan informasi," jelas Gatot.
Ditegaskannya, ketiga pendekatan diatas akan memberikan solusi yang komprehensif yang juga mencakup faktor People, Process dan Technology. People meliputi kesadaran dan kepedulian pengetahuan, keahlian dari sumber daya manusia. Process meliputi pembangunan dan penerapan Sistem manajemen keamanan Informasi yang sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku, dan technology merupakan toolsuntuk mewujudkan metodologi, strategi dan perencanaan terhadap sistem keamanan informasi nasional.