MAJALAH ICT – Jakarta. Kementerian Kominfo digugat dan harus sidang ajudikasi terkait persengkataan informasi mengenai pengadaan layanan atau tender universal service obligation (USO). Sidang sendiri dipimpin Komisioner Komisi Informasi Pusa Dyah Aryani dan beranggotakan Komisioner John Fresly dan Komisioner Rumadi Ahmad. Dalam sidang terbuka, Pemohon adalah Eddy Sunyoto, sedangkan pihak Termohon adalah Atasan PPID Kementerian Kominfo (Sekjen Kementerian Kominfo) yang diwakili oleh Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo (selaku PPID / Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Kementerian Kominfo).
Dijelaskan Kepala Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto, sidang ajudikasi tersebut adalah yang pertama kalinya bagi Kementerian Kominfo. "Sebelumnya hanya sebatas sampai forum mediasi persengketaan informasi yang pernah berlangsung 3 kali pada awal tahun 2011. Sedangkan secara keseluruhan sudah ada sebanyak 1.940 permintaan / permohonan informasi publik. Dan sebagai catatan prestasi, semuanya dipenuhi dan atau ditolak (jika bukan domain yang dikuasai), sehingga hanya 3 yang dipersengketakan hingga mediasi di tahun 2011 dan 1 yang dipersengketakan di sidang ajudikasi. Hal ini penting, karena Kementerian Kominfo tetap ingin menjadi contoh yang selalu kooperatif terhadap permintaan informasi sejauh tidak melanggar ketentuan yang berlaku," papar Gatot.
Yang menjadi pokok persengketaan, jelas Gatot, adalah karena jawaban surat Termohon yang disampaikan pada tanggal 25 November 2013 untuk 3 informasi publik, yaitu copy data dokumen kontrak pemenang tender Paket Pekerjaan 2 (dua) KPU / USO di Blok WTUP II yang meliputi wilayah Lampung, copy surat Penetapan Pemenang No. 2/M.KOMINFO/2009 dan surat Penetapan Pemenang No. 1/M.KOMINFO/2009 dan copy surat SPMK-FHO, dianggap oleh Pemohon tidak sesuai dengan yang dikehendakinya, karena Termohon tidak memberikan 3 informasi publik tersebut di atas. "Sehingga Pemohon mengajukan penyelesaian persengketaan melalui sidang ajudikasi," uar Gatot.
Diuraikan Gatot, pada persidangan tersebut, Kuasa Termohon mengatakan bahwa ada dasarnya Kuasa Termohon dari badan publik Kementerian Kominfo sama sekali tidak bermaksud menghalangi pihak pemohon untuk memperoleh informasi publik yang dikehendaki, hanya saja, Kuasa Termohon keberatan atas pertimbangan mengingat Pemohon sudah menyalahi prosedur. Ketika jangka waktu 17 hari sebagaimana diatur dalam UU KIP masih berlangsung dan belum ada jawaban dari PPID Kementerian Kominfo, maka Pemohon sudah terlanjur mengajukan keberatan. Kuasa Termohon memohon kepada Majelis Komisioner untuk menjadi pertimbangan dan catatan.
"Kuasa Termohon juga keberatan untuk permohonan melalui sidang ajudikasi, karena permohonan Permohon sudah terpenuhi sepenuhnya sebagaimana diatur berdasarkan Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, Pasal 11 ayat (1) butir i, yang menyebutkan, bahwa setiap badan publik wajib mengumumkan secara berkala informasi publik yang sekurang – kurangnya terdiri atas (butir i) informasi tentang pengumuman pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait. Pengadaan barang jasa di lingkungan Kementerian Kominfo setiap tahun diumumkan melalui www.kominfo.go.id ; www.postel.go.id dan ppid.kominfo.go.id. Dan informasi pemohon tersebut sudah ada di website Kementerian Kominfo, khususnya website www.postel.go.id," terangnya. Ditambahkannya, isi pada situs www.kominfo.go.id yang merupakan Siaran Pers No. 42/PIH/KOMINFO/1/2009 tertanggal 8 Januari 2009 tentang Pengumuman Pemenang Lelang USO Untuk Paket 7 (Banten, Jabar, Jateng, DIY dan Jatim) dan Paket 2 (Jambi, Riau, Kepri, Babel, Bengkulu, Sumsel dan Lampung). Dan pengumuman tersebut Kuasa Termohon sendiri up load pada tanggal 8 Januari 2009 dan sampai dengan saat ini masih dapat secara lengkap diakses oleh publik.
"Pemohon justru mengangkat persengketaan informasi tersebut dari data lengkap dan terperinci pengumuman pengadaan barang dan jasa yang dirilis melalui Siaran Pers tersebut di atas. Artinya, Pemohon harusnya sudah mengetahuinya sejak awal tanpa harus diberitahu oleh Kuasa Termohon, karena substansi Siaran Pers tersebut sudah sangat lengkap. Ketika Pemohon menyebutkan data tentang jumlah pagu angaran pengadaan barang dan jasa tersebut sebesar Rp 333.070.219.110 hanya untuk Provinsi Lampung saja, Kuasa Termohon mengatakan bahwa informasi tersebut keliru, karena harga penawaran sebesar itu bukan hanya untuk Provinsi Lampung, tetapi juga untuk beberapa provinsi lainnya ( Jambi, Riau, Kepri, Babel, Bengkulu, Sumsel dan Lampung). Ketika Pemohon menyebutkan bahwa pemenang tender yang di Lampung pada tahun 2009 tersebut ternyata bukan operator telekomunikasi yang menyelenggarakan layanan internet, Kuasa Termohon mengatakan bahwa informasi itu juga keliru karena pada tahun 2009 belum ada pengadaan barang dan jasa untuk layanan internet (yang kemudian lebih dikenal dengan PLIK dan MPLIK) untuk program USO, tetapi masih untuk tender desa berdering," papar Gatot rinci.
Majelis Komisioner memutuskan untuk memeriksa dokumen secara tertutup oleh Majelis Komisioner dan sidang ditunda hingga 2 minggu berikutnya. Kuasa Termohon sudah langsung menyerahkan seluruh dokumen yang dimaksud kepada Majelis Komisioner melalui Panitera. "Namun mengingat dalam dokumen kontrak tersebut terdapat beberapa informasi rahasia yang dilindungi oleh UU dan peraturan terkait, Kuasa Termohon mereduksinya (tidak menyerahkan bagian-bagian tertentu yang bersifat rahasia dan pada umumnya itu pada lampiran-lampirannya). Hal tersebut sesuai Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, Pasal 17 ayat (1)yang menyebutkan, bahwa PPID wajib menghitamkan atau mengaburkan materi informasi yang dikecualikan dalam suatu salinan dokumen informasi publik yang akan diberikan kepada publik," pungkas Gatot.