Mulai Bermasalah
Goncangan demi goncangan terjadi pada bisnis transportasi online. Yang mengemuka juga adalah soal order fiktif yang menjadi bagian dari layanan transportasi online yang dberikan Go-Jek. Ada pengemudi yang mendapatkan
pesanan melalui layanan order take away untuk 20 porsi iga bakar madu dari restorannya. Setelah mendapat order, pengemudi Go-Jek tersebut langsung menuju ke tempat pemesanan makanan di restoran pengusaha itu. Dengan bermodalkan uang pribadi, bapak pengemudi Go-Jek tersebut membayar harga hingga ratusan ribu rupiah dengan harapan akan dibayar ketika sampai di rumah pembelinya nanti.
Namun pemesan Go-Jek ini keterlaluan dengan memberikan alamat palsu, sehingga bapak Go-Jek yang sudah tua itu harus memutar dan berkeliling komplek hingga selama 4 jam namun tidak juga tampak, akhirnya dia memutuskan untuk balik kembali ke restoran tersebut. Begitu sampai di restoran, pihak restoran kaget karena selama ini mereka juga sering mendapatkan orderan dari Go-Jek. Lantas bapak tersebut menceritakan kejadian yang di alaminya. Untung saja, karena iba melihat kondisi bapak tersebut pihak restoran pun menerima kembali order itu ditambah dengan ongkos yang harus dibayarkan konsumen palsu itu.
Lain korban, kejadian order fiktif juga terjadi pada Julianto Sudrajat (29). Yulianto harus membayar sejumlah pesanan Go-Food yang tidak pernah dipesannya.
Dan bukan hanya sekali, pesanan itu datang hingga berkali-kali. Kisah Julianto ini diunggah ke Facebook dan viral. Disebutkan teror ini terjadi karena Julianto menolak cinta seorang perempuan yang dikenalnya lewat Facebook.
Diceritakan Yulianto, dirinya bingung karena menerima pesanan Go-Food berkali-kali dalam sehari. Padahal dia tidak pernah memesan makanan lewat aplikasi tersebut. Teror pesanan Go-Food itu mulai terjadi sejak di awal bulan Juli ini ketika dirinya sedang bekerja di kantornya di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Seorang driver Go-Jek datang mengantar pesanan Go-Food senilai Rp 200 ribu atas nama Julianto. “Saya tidak merasa pesan, tapi karena nama di aplikasi itu nama saya ya, terpaksa dibayar,” terangnya.
Bukan cuma sekali, selang beberapa menit, datang lagi driver lainnya mengantar pesanan Go-Food atas namanya lagi. Tercatat, ada jutaan order fiktif yang mengatasnamakannya. Tentu saja Julianto kebingungan untuk menolak, karena rasa kasihan pada driver Go-Jek. Sehingga, karena uangnya terbatas, maka beberapa teman urunan membayar makanan yang dikirimkan tersebut.
Memang aneh. Memang ada prosedur untuk mengkonfirmasi pengiriman makanan, dan itu sudah dilakukan pengemudi Go-Jek melalui telepon. Hanya saja, yang di telepon dan menjawab adalahs eorang wanita. Meski nama pemesan adalah Julianto Sudrajat tetapi yang selalu mengangkat telepon justru seorang perempuan. Dia memastikan order sesuai pesanan dan meminta diantar ke alamat yang tertera di aplikasi yaitu kantor Julianto.
Saat tiba di lokasi untuk mengantar pesanan, driver Gojek kembali menghubungi nomor yang tertera di aplikasi namun tidak aktif. Dan karena tidak aktif, pengemudi Go-Jek langsung mencari dirinya di kantor. “Nomor yang itu padahal bukan nomor saya,” sesalnya. Kasus ini sendiri akhirnya ditangani kepolisian. Memang ada seorang perempuan yang ditengarai Yulianto terkait dengan pengiriman order fiktif ini. Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Andry Wibowo menyatakan, pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait pelaku dan motif di balik order fiktif Go-Food terhadap Yulianto itu.
Penggunaan financial technology dalam hal pembayaran elektronik juga membuat goncangan tersendiri bagi layanan transportasi online ini, seperti terjadi di Go-Jek yang mulai menerima pembayaran menggunakan layanan pembayaran elektronik miliknya sendiri, Go-Pay. Dari penelusuran melalui beberapa Surat Pembaca dan keluhan di media sosial, telah banyak yang menjadi korban akibat penggunaan Go-Pay. Yang paling sering adalah deposit yang hilang ratusan ribu ataupun pemotongan biaya yang tidak sesuai tarif seharusnya.
Seeprti terjadi pada pengguna layanan Surabaya. Setelah memesan Go-Food bebas ongkos kirim, diketahui saldo Go-Pay nya masih ada Rp.266 ribu. Namun, keesokan harinya, ternyata saldo Go-Pay0nya sudah habis. Setelah diteliti, ada kesalahan memasukkan pembelian yang harusnya kurnag dari Rp.50 ribu menjadi sekitar Rp.450 ribu.
Cerita yang sama juga disampaikan Deasy. Kepada Majalah ICT, Deasy mengatakan bahwa Go-Pay yang dimilikinya tidak dapat digunakan. Dan masalah lain muncul adalah kesulitan untuk mengadukan permasalahan ini. “Surat nulis lewat Twitter, namun belum ada tanggapan,” ujarnya seeperti tanpa harapan persoalannya tertangani.
Berhati-Hati
Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie Ling Piao bercerita mengenai adanya pesan SMS yang meminta nomor verifikasi dengan modus menggunakan nomor tersebut untuk menguras saldo Go-Pay. Dalam SMS tersebut, pengirim dengan nomor seluler +6281-655-2118, meminta Alvin untuk mengirim kode verifikasi Gojek. “Modus dapatkan kode verifikasi untuk login akun Gojek Anda. Setelah login, penipu akan kuras saldo GoPay Anda,” ceritanya.
Karena tidak merespon, pengirim SMS penipuan tersebut menelepon Alvin. Karena sudah tahu akan potensi penipuan, Alvin tidak menjawab panggilan telepon itu. Alvin memang sudah lama memiliki aplikasi Go-Jek dan menggunakan Go-Pay untuk transaksi pembayaran. Alvin menggunakan aplikasi GoJek untuk belanja produk dan jasa logistik pengiriman barang.
Dari kasus yang dialaminya, Alvin menghimbau agar masyarakat cermat menyikapi SMS yang mengatasnamakan institusi transportasi online. “Hati-hati bila terima SMS seperti itu dan tidak mudah tergiur, agar tidak menjadi korban,” harapnya.
Laporan ini dan informasi mengenai perkembangan teknologi informasi dan komunikasi lainnya dapat Anda baca di Majalah ICT Edisi No.58-2017 di sini