Search
Jumat 13 September 2024
  • :
  • :

Ketika E-KTP Tidak Seperti yang Diharapkan

MAJALAH ICT – Jakarta. Sejumlah daerah sudah berhasil menyelesaikan proyek e-KTP, seperti sejumlah kelurahan di wilayah Jakarta dan Depok.

Potensi kegagalan program senilai Rp. 5 triliun itu terlihat dari masih mentahnya roadmap ke depan. Terutama kaitannya dengan sejumlah pertanyaan seperti untuk apa? Bisa dipakai dimana? Kemudahan yang didapat apa saja? Sampai ke pertanyaan, apa bedanya dengan KTP lama?

Perbedaan e-KTP dengan KTP lama bisa tidak ada sama sekali mengingat e-KTP tidak kompatibel dengan perangkat pembaca chip lainnya, sehingga tidak bisa digunakan di tempat lain seperti kepolisian, rumah sakit, jalan tol, atau imigrasi, sehingga cita-cita ke arah single identity number sangat jauh tercapainya.

Bila memang demikian, maka e-KTP seperti KTP biasa saja, penggunaannya secara manual, dan untuk keperluan laainnya tetap dibutuhkan kartu- kartu lainnya, seperti SIM, kartu kesehatan, kartu jalan tol, dan paspor.

Lalu apa kegunaan e-KTP? Mestinya pemerintah mampu menjelaskan arti penting e-KTP dalam kaitannya dengan interaksi masyarakat dalam berbisnis dan mendapatkan pelayanan pada institusi pemerintah seperti rumah sakit, kantor pajak, imigrasi, penerbangan, dan institusi lainnya termasuk institusi swasta yang berhubungan dengan funsgi e-KTP layaknya sebagai single identity number.

Pertanyaannya, apakah semua institusi tersebut memiliki sistem dan alat yang kompatibel dengan e-KTP? Pasti tidak, karena dalam rangka pengadaan e-KTP pun sudah kekurangan, apalagi bila melihat harganya yang katanya selangit.

Manfaat untuk pemerintah? Sudah pasti e-KTP tersebut sangat bermanfaat bagi pemerintah dalam melakukan pengelolaan, pengendalian, serta pengawasan terhadap database kependudukan. Namun masih ada yang mungkin kita ragukan:

Bagaimana sistem backup database-nya? Indonesia dengan penduduk ber-KTP lebih dari 200 juta adalah sebuah entitas database yang sangat besar dan rumit.

""Lalu, sudahkan pemerintah mempertimbangkan bahwa e-KTP bermanfaat untuk kegiatan bisnis masyarakatnya? Jika belum terjadi sinkronisasi, siapa yang harus menyesuaikan, bagaimana metode penyesuaiannya? Apakah pemerintah mempunyai anggaran yang cukup untuk itu?

Apakah pemerataan SDM pengelola database e-KTP telah memadai? Apakah sistem proteksi antivirus misalnya telah memadai terhadap serangan para hacker?

Misalnya saja, jika semua perusahaan harus memiliki cardreader dan sistem pembaca e-KTP? Siapa yang akan menyediakan? Jika hal-hal tersebut belum dapat diatasi, peran e-KTP akan sama nasibnya dengan KTP konvensional saat ini yang hanya memiliki peran sebagai kartu tanda penduduk saja.

Apakah e-KTP juga dapat berfungsi untuk keperluan lainnya seperti kartu pemilih pada Pemilukada atau Pemilu? Mestinya ya, sehingga idealisme pembentukan e-KTP tersebut dapat mendekati kenyataan yang pada akhirnya dapat pengurangi biaya atau belanja pemerintah yang tidak perlu. Sehingga proyek yang menelan hingga triliunan rupiah itu tidak sekadar meng­ hambur-hamburkan keuangan Negara. (ICT/ap)